Bismillahhirrohmanirrohim...
Setelah vakum beberapa bulan tidak menulis artikel di blog, akhirnya saya kembali menulis. Ternyata saya masih perlu sebuah momentum untuk memulai sebuah kebiasaan baik. Dan kali ini, saya kembali mengisi konten blog didorong oleh kewajiban mengerjakan jurnal kelas calon fasilitator A Hometeam yang sedang saya ikuti. Nah kaaan... Ini menunjukkan bahwa dorongan dari pihak eksternal masih kerap saya butuhkan untuk memulai sebuah aksi konkret, hehehe. Semoga bisa konsisten belajar baik secara teori maupun praktiknya (terutama di dalam keluarga), lulus training hingga tahap akhir dan bisa memberikan manfaat bagi diri, keluarga hingga lingkungan sekitar. Aamiin.
Belajar apa saja di pertemuan kedua?
Sama seperti pekan sebelumnya, training dikemas dengan interaktif, berjalan dua arah dan menggunakan breakout rooms (BOR) untuk memfasilitasi para peserta berinteraksi dan berdiskusi dalam sebuah kelompok kecil. Pertama-tama kami diajak untuk check in, menilik kembali komitmen yang sudah kami canangkan di sesi pertama dan mengukur progress-nya dalam sepekan belakangan. Ada tiga komitmen yang saya canangkan untuk diri saya dalam proses belajar kali ini, antara lain :
1. Inside Out
2. Family First
3. Completeness
Bagaimana progress ketiga komitmen tersebut selama sepekan belakangan?
Alhamdulillah ada progress positif. Karena ini adalah training dalam upaya membangun tim dengan kualitas A, dan tim terdekat saya adalah keluarga, maka saya berkomitmen untuk menjalankan praktiknya seiring dengan perjalanan training per pekannya. Sepekan belakangan si sulung sedang menghadapi kegiatan yang cukup hectic di dua sekolah yang ia ikuti. Ada tes Medien & Sachunterrichten di sekolah lokal dan Penilaian Akhir Semester di sekolah daring Indonesia. Agenda ini kami jadikan mini family project dimana saya berbagi tugas dengan suami. Suami berinisiatif untuk mengatur jam kerja beliau di kantor dan saya juga mengatur jadwal di rumah agar kami bisa mendampingi si sulung belajar dengan optimal. Alhamdulillah terlewati dan bisa tuntas dengan baik.
Topik kedua yang dibahas (masih di ruang BOR) adalah mengenai cuaca dalam keluarga. Saya menganalogikan bahwa keluarga kami sedang ada di musim panas. Mengapa? Karena kami sedang menjalani fase adaptasi kepindahan kami dari Wina, Austria ke Abu Dhabi. Menginjak hampir lima bulan ini, ritme sudah mulai didapatkan. Anak-anak juga sudah mulai terbiasa dengan suasana di sekolah barunya, belajar dengan tetap menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa pengantar namun juga diperkaya dengan bahasa Inggris dan Arab, juga beban tugas yang relatif lebih berat ketimbang saat bersekolah di Austria. Dari segi cuaca dalam arti yang sesungguhnya, sekarang juga sudah mulai peralihan cuaca ke musim panas, suhu jika siang hari bisa mencapai 38 derajat celcius. Keluar rumah berasa mandi sauna, hehe. Kami juga perlu menyiapkan mental dan fisik untuk menghadapi musim panas yang konon kabarnya bisa mencapai 45 derajat celcius.
Di BOR ini saya satu ruangan dengan mba Cindha yang berdomisili di Sangatta. Beliau terlewat sesi pertama, sehingga belum memiliki komitmen yang bisa diukur progress-nya. Sedangkan cuaca yang menggambarkan keluarga beliau juga musim panas karena anak-anak sedang aktif-aktifnya dan beliau beserta suami juga sedang dalam suasana yang hectic. Menjelang akhir, mba Dwi masuk juga ke ruangan BOR kami untuk mengamati diskusi yang berjalan.
Setelah membahas mengenai cuaca dan progress komitmen, mba Rifina selaku fasilitator yang memantik diskusi di pertemuan kedua, mengajak kami berdiskusi seputar bedanya pasar dan tim sepakbola. Buat IPers, tentu sudah tidak asing ya mendengarnya?Ya, mengajak peserta untuk membedah beda tim dan kerumunan. Ada satu video yang sebenarnya akan diputar sebagai pemantik diskusi di ruang BOR, tapi karena ada sedikit kendala teknis, maka video pun di-skip penayangannya dan kami langsung lanjut pindah ke ruang BOR lagi untuk kembali berdiskusi.
Ulala...ternyata saya satu ruangan kembali dengan mba Cindha. Dari diskusi kami berdua, kami menyepakati bahwa :
Persamaan pasar dan tim sepak bola adalah :
- melakukan aksi untuk memenuhi kebutuhannya
- ramai
- ada komunikasi dua arah
- punya pengelola
Sedangkan perbedaannya antara lain :
- di tim sepak bola ada sebuah tujuan bersama, sehingga ada strategi yang dijalankan, ada aturan main, ada tanggung jawab dan komitmen bersama.
- ada latihan intensif (usaha) untuk mencapai tujuan bersama tadi.
- di tim sepakbola antar anggota tim saling mengenal dan paham kekuatan satu sama lain, sedangkan di pasar tidak saling mengenal, hanya terjadi hubungan transaksional.
Setelah sesi diskusi di BOR selesai, maka kami kembali ke ruang utama dan membuat daftar besar antara persamaan dan perbedaan antara pasar dan tim sepakbola yang dipandu oleh fasilitator, mba Rifina.
PR untuk sepekan ke depan, mengamati keluarga Griya Riset, lebih mirip tim atau kerumunan?
Hmm... Saya memilih untuk melakukan analisa terlebih dahulu. Bagi saya pribadi, keluarga adalah sebuah tim yang unik, yang mungkin meski sama-sama disebut tim seperti halnya tim sepakbola, tapi tidak bisa disamakan keseluruhan aspeknya. Dalam tim keluarga, anggota tim terdiri dari berbagai usia, usia orangtua dan anak saja sudah terpaut jauh, bukan? Maka cara berkomunikasinya pun beda. Di tim sepakbola, saat ada pemain yang melanggar aturan atau komitmen, bisa dikeluarkan dari tim. Sedangkan dalam tim keluarga, jika ada kesalahan, tentu perlu diperbaiki bersama karena keluarga adalah tim seumur hidup, bahkan memiliki asa bersama di dunia dan akhirat. Jadi saya memilih untuk menjawab bahwa saat ini keluarga Griya Riset sedang berproses menuju sebuah tim versi terbaik keluarga kami, karena kami menyadari bahwa indikator setiap keluarga juga unik dan tak bisa diseragamkan.
Alhamdulillah jurnal pekan kedua ini selesai. Sebenarnya saya sudah pernah membuat jurnal serupa saat mengikuti workshop A Hometeam bersama Ibu Profesional Efrimenia yang saat itu difasilitasi oleh kak Tiyah di Mesir. Jurnal pekan kedua saat itu bisa dibaca di sini.
Abu Dhabi, 27 Mei 2024
Comments
Post a Comment