Memulai kembali menulis setelah vakum hampir dua pekan. Saya memutuskan untuk jeda menulis sejenak karena qodarullah sedang banyak aktivitas luring. Mulai dari kegiatan domestik, home education dalam keluarga, menjalankan komunitas bersama warga Indonesia di sini melalui Taman Pendidikan Al Qur‘an dan kegiatan belajar lainnya, mengikuti sesi belajar di proyek Community Kommunikatorin bersama pemerintah kota Wina, membuat kegiatan bersama komunitas Ibu Profesional regional Efrimenia dalam rangka milad lima tahun, juga terlibat dalam kegiatan di sekolah anak-anak, salah satunya basteln atau crafting yang terlaksana hari ini.
Saya percaya bahwa semua aktivitas ada waktunya. Maka saya kembali menulis pun, saat merasa kesempatan untuk merangkai kata itu hadir. Berkeluangan waktu untuk duduk manis di depan laptop dan memfokuskan pikiran untuk membuat sebuah tulisan. Ya, sebagai perempuan, memiliki fleksibilitas itu ternyata amat penting ya, terlebih setelah berkeluarga dan dikaruniai anak. Tidak saklek atau kaku dalam menjalankan proses menggapai sebuah target. Ada kalanya harus menurunkan ekspektasi atau memperpanjang durasi pengerjaan. Atau bahkan mengambil jeda sejenak dari sebuah kegiatan untuk bisa mengerjakan kegiatan yang sedang lebih diprioritaskan. Karena jika tidak, bisa-bisa malah dihantui rasa bersalah.
Nah, hari ini saya ingin berbagi cerita seputar kegiatan basteln atau crafting yang baru saja saya dan pemuda kecil lakukan di Kindergarten. Saat kami datang, guru TK menyampaikan bahwa tidak semua orangtua mengisi termin di formulir. Baik karena tidak tertarik atau tidak berkeluangan waktu. Maka, saya jadi menggaris bawahi, bahwa hadir di kegiatan ini dengan mindful, bersedia bekerjasama dengan anak-anak untuk membuat sebuah prakarya, adalah sebuah privilese yang tidak dimiliki oleh setiap anak. Ya, semakin hari, dunia semakin hiruk pikuk, manusia semakin larut dengan kesibukan. Semoga sebagai orangtua, kita senantiasa dikaruniai waktu untuk berkegiatan dengan anak, di sela kesibukan diri kita menjadi seorang manusia dengan peran lainnya yang melekat pada diri. Tentu tidak mudah, semoga pertolongan Allah senantiasa membersamai.
Di ruangan tersebut, sudah disediakan berbagai macam bahan. Mulai dari karton bekas, aneka wadah plastik bekas, bermacam kertas dan kain hingga peralatan seperti lem, gunting, isolasi, stapler dan lainnya. Intinya, orangtua dan anak cukup duduk manis dan berimajinasi. Karton bekas, kertas koran dan wadah plastik bekas adalah hasil donasi dari para murid yang sudah dikumpulkan sejak beberapa pekan yang lalu. Kerjasama ini tentu meringankan tugas sekolah juga membuat kegiatan ini ramah lingkungan.
Gambar 1. Pemuda kecil mewujudkan imajinasi dalam karya |
Kami membuat prakarya bersama, karena pemuda kecil ini berkreasi sendiri tanpa intervensi, tapi juga ingin saya turut serta, kami berbagi wilayah kerja. Satu sisi saya yang mengerjakan, sisi lainnya bagian si pemuda kecil. Sekitar satu jam kami berkreasi lalu jadilah prakarya berbentuk tas kotak bertema kelinci. Durasi termin yang idealnya lima puluh menit ternyata masih kurang untuk kami. Kami duduk di sana hampir delapan puluh menit.
Seusai crafting, kami pulang ke rumah dengan sedikit terburu. Karena ada si sulung yang jam pulang sekolahnya hampir tiba. Sesi crafting tadi membuat saya ingin menyediakan pojok prakarya di kamar anak-anak. Tempat anak-anak bisa mengambil bahan dan peralatan dengan mudah, dan memajang hasil karya mereka dalam durasi waktu tertentu. Inginnya ada pojok kreasi seperti di Kindergarten, tapi tentu saja perlu disiasati karena keterbatasan ruangan di rumah. Tempat kerjanya bisa tetap seperti biasanya saja, cukup di meja belajar mereka masing-masing.
Gambar 2. Prakarya hasil kerjasama kami berdua |
MasyaAllah... semoga setiap langkah perjalanan bisa menghadirkan pembelajaran yang menjadi bekal untuk langkah-langkah berikutnya.
Wina, 15 Maret 2023
Comments
Post a Comment