Assalamu‘alaykum teman-teman!
Kembali lagi di aktivitas hari Kamis, yang artinya saya dan teman-teman di kelas Ausbildung kembali memasak 4 Gänge. Seperti biasa, kami memasak satu paket masakan yang terdiri dari empat macam menu. Mulai dari menu salad, menu pembuka, menu utama dan menu penutup. Jika iseng menghitung-hitung, ini adalah kali ketiga saya menjalani praktik memasak yang komplit begini. Tentu saja latihan ini memang dalam rangka mempersiapkan diri kami masing-masing menghadapi ujian akhir di awal bulan depan.
Dalam tiga kesempatan memasak itu pula, saya mencoba untuk menyerap masukan sebanyak-banyaknya, kemudian menjadikannya bahan perbaikan untuk latihan pekan berikutnya. Apa saja poin masukan yang saya terima? Saya coba tuliskan dalam beberapa poin penting berikut :
Strudelteig
Kenal strudel kan? Saat dulu di Indonesia, jujur saya belum sempat mencicipi strudel, termasuk Malang Strudel yang terkenal itu, hehe. Nah, di Austria pun ngga pernah makan strudel. Cuma sering dengar bahwa Apfel Strudel atau strudel apel merupakan salah satu makanan favorit di Wina, hingga ada kafe yang amat terkenal dengan Apfelstrudel sebagai salah satu menu favoritnya. Dan, sekolah Ausbildung ini lah yang menjadi jalan saya berkenalan dengan strudel. Jika dihitung, sudah beberapa kali saya membuat Apfelstrudel, namun kali ini saya akan mencatat bahan perbaikan dari strudel yang saya buat saat latihan ujian akhir saja.
Dalam praktik latihan ujian akhir, saya membuat strudel sebanyak dua kali di pekan yang berbeda. Yang pertama adalah Apfelstrudel. Saat membuat Apfelstrudel, saya memasukkan telur ke dalam adonan, sehingga warnanya lebih kekuningan dibanding milik teman-teman. Namun adonannya cukup lentur sehingga saya bisa membuatnya hingga tipis, persis seperti yang tertulis di buku resep. Sayangnya saya tak cukup banyak memotong bagian tepi adonan sebelum menggulungnya menjadi strudel yang siap dipanggang, sehingga saat disajikan, terlihat gulungan adonan yang berkumpul di tengah.
Di pekan berikutnya, saya membuat Birnenstrudel. Kali ini saya menggunakan resep adonan yang tidak menggunakan telur. Entah karena tidak pakai telur, atau kurang lama menguleninya, atau saya yang terburu-buru mengerjakannya (karena di momen tersebut proses memasak terasa hectic), yang jelas memang adonan tidak setipis dan selebar sebelumnya. Meski demikian, saya gunakan saja karena sisa waktu tinggal sedikit. Pilihannya hanya ada dua, dipanggang saja dengan kondisi tersebut atau berhenti dikerjakan, karena benar-benar sudah tidak memungkinkan untuk membuat adonan yang baru dan mengulang dari awal. Benar saja, saat disajikan trainer menyampaikan feedback, disampaikan bahwa strudel terlalu tebal dan kuantitas Semmelbrösel di dalam strudel terlalu banyak.
Rindgulasch
Ini kocak, karena kesalahan yang terjadi adalah karena saya salah menangkap maksud dari trainer. Ah, memang ya, belajar bahasa itu memang „bisa karena biasa“. Semakin kita bisa mendengarkan orang berbicara bahasa asing tersebut, semakin kita terampil memahami maksud isi pembicaraan. Mana ada saus Gulasch dibuat dari bawang bombay dan sayuran -yang digunakan dalam memasak- yang dihaluskan? Maklum, ngga pernah tahu Gulasch itu wujud aslinya bagaimana, hanya menerka dan mengikuti resep yang kemudian ternyata salah mengartikan. Jadi, saat trainer mengecek meja saya, beliau berkata, „bitte die Flüssigkeit gestaubt wird“. Kata „gestaubt“ tersebut saya artikan „stab“, jadilah saya menangkap pesan bahwa saya perlu menghaluskan saus dengan Stabmixer. Hahaha. Untuk rasa, alhamdulillah diterima dengan baik, sekali pun saya menggunakan resep modifikasi untuk menyesuaikan kondisi.
Lammragout
Ini adalah kali pertama saya memasak Lamm dengan resep ala Eropa. Sebenarnya hampir mirip dengan Gulasch, sama-sama menyaring kuahnya yang kemudian dijadikan saus yang dilumuri di atas daging saat penyajian. Kali ini trainer menyampaikan bahwa hidangan saya sedikit kurang bumbu. Aha, saya rasa ini disebabkan karena saya kurang lama dalam menumis bawang bombay dan sayuran di awal memasak. Sebelum keduanya berwarna kecoklatan, saya sudah terburu-buru memasukkan air dan bumbu lainnya. Selain itu, saya juga lupa tidak memasukkan bawang putih ke dalam tumisan bawang bombay dan sayur. Untuk buncis, warna hijaunya sudah bisa terjaga warnanya. Hanya saja saya kurang banyak memasukkan garam saat blanching sehingga rasa asinnya kurang terasa. Syukur alhamdulillah, trainer juga menyampaikan bahwa rasa masakan-masakan saya semakin mendekati rasa Austria. Fyuh... alhamdulillah, kemudahan dari Allah. Karena memang saya memasak dengan resep yang agak berbeda. Jika hal tersebut dapat diterima dan diakui kemiripan rasanya, tentu ini adalah bonus dari Allah yang saya syukuri.
Dari trainer, saya juga belajar bagaimana menjadi seorang fasilitator yang memotivasi murid untuk terus bergerak lebih baik lagi. Beliau memiliki ketelitian yang tinggi, bahkan beliau bisa mengingat bentuk potongan sayur dari masakan yang disajikan masing-masing murid. Beliau mengapresiasi setiap murid dari banyak sisi. Tentu saja mayoritas dari hidangan yang disajikan, tapi aspek kebersihan selama memasak hingga ketepatan waktu penyajian juga masuk dalam pengamatan beliau. Semoga saya bisa memanfaatkan kesempatan belajar ini dengan seoptimal mungkin, dan setiap tahapannya juga senantiasa dalam naungan rida-Nya. Aamiin...
Wien, 6. Oktober 2022
Comments
Post a Comment