Beberapa waktu yang lalu kami baru saja bepergian ke Grüner See, danau hijau yang terkenal kecantikannya yang terletak d kawasan Tragöß, Steiermark. Beberapa hari sebelum berangkat, saya sudah merencanakan untuk menyiapkan perbekalan makanan karena kami akan cukup lama di sana. Minimal, bekal makan siang. Optimalnya tentu saja makanan berat, minuman, camilan, hingga bahan pelengkap seperti sambal atau permen. Satu hari menjelang keberangkatan, saya belanja bahan-bahan makanan. Hal tersebut saya lakukan sepulang dari praktikum Ausbildung, sekitar jam 17.30 CEST. Sesampainya di rumah ternyata saya tak sempat mengolah bahan-bahan tersebut karena badan meminta haknya untuk beristirahat.
Pagi hari, lepas waktu Shubuh, saya bersegera ke dapur menyiapkan perbekalan. Rencana menu yang menjadi bekal kami antara lain :
1. Martabak kulit tortila
2. Nasi dan chicken nugget
3. Kebab dan Fladenbrot
4. Sayur-sayuran seperti mentimun, tomat dan salat atau sayuran hijau
5. Minuman berupa air putih, teh dan kopi
6. Camilan seperti popcorn, roti, biskuit
7. Sambal dan bon cabe, hehe
Jadilah pagi itu pagi yang cukup hectic, yang alhamdulillah Allah mudahkan untuk tuntas dikerjakan sebelum berangkat meski mepet jam berangkat. Ah, manajemen waktu saya memang masih harus diperbaiki lagi agar tidak mepet-mepet seperti ini lagi. Begitu sampai di Grüner See, membuka perbekalan dan menikmatinya bersama untuk santap siang, rasanya alhamdulillah, bahagia.
Momen ini membuat saya kembali di kenangan masa kecil, memori menu-menu bekal buatan ibu pun bermunculan satu persatu. Ah, bekal makanan memang satu hal yang lekat mendampingi pertumbuhan saya. Mulai dari bekal camilan dan makan siang untuk sekolah, bekal kala bepergian, maupun kala menempuh perjalanan jauh termasuk mudik ke tempat kakek nenek. Ibu dan papa termasuk orangtua yang jarang dan tidak membiasakan diri dan keluarga untuk makan di luar rumah. Bahkan saya baru beli jajan di warung sekolah saat menginjak usia Sekolah Menengah Pertama. Dan saya pun terkesima dengan ketelatenan ibu membuatkan aneka menu bekal yang variatif untuk anak-anaknya. Sungguh dedikasi yang tinggi untuk keluarga. Papa juga suka memasak, dan kecintaan beliau berkreasi di dapur pun menular ke kedua anak lelaki beliau, adik-adik saya.
Saya jadi teringat strong why masuk ke jurusan Teknologi Pangan saat kuliah dulu, salah satunya adalah juga agar bisa meluaskan kebermanfaatan baik di ranah publik maupun ranah domestik. Dan tanpa disangka, skenario Allah kini mengantarkan saya untuk kembali belajar dan mengasah keterampilan di ranah pengolahan pangan dengan mengikuti Ausbildung bidang pangan di Wina, Austria.
Momen ini juga membuat saya berkontemplasi mengenai peran seorang ibu. Peran yang sungguh mulia, maka sudah selayaknya juga saya jalankan dengan penuh kesungguhan. Termasuk terus belajar untuk menghadirkan masakan-masakan yang sehat, halal, thayyib dan bergizi untuk keluarga. Semoga menjadi jalan meraih rida Allah. Aamiin.
Wien, 16. August 2022
Comments
Post a Comment