Meskipun kegiatan RAMEN sudah usai berlangsung lebih dari sepekan lalu, namun keseruan kegiatannya baru bisa lanjut kuceritakan sekarang. Untuk bisa mengikuti ceritanya secara utuh, cerita bagian satu bisa disimak di sini ya. Kegiatan banyak berlangsung outdoor karena selain anak-anak bisa bergerak lebih leluasa dan mengasah motorik kasar, juga karena udara sudah semakin menghangat. Setelah beberapa bulan mayoritas kegiatan banyak dilakukan di dalam rumah karena cuaca yang dingin, kini saatnya kembali merasakan sapaan hangat mentari yang sudah lama dirindukan.
Kami memilih berkegiatan di taman Setagaya. Tujuan utamanya tentu saja menikmati keindahan bunga sakura yang sedang bermekaran. Taman Setagaya ini didesain di tahun 1992 oleh Ken Nakajima dari Jepang. Sesuai dengan namanya, taman ini memang taman bergaya Jepang. Tak heran jika taman ini sangat ramai dikunjungi pengunjung di musim semi, untuk mengabadikan momen bersama bunga-bunga sakura yang bermekaran.
Gambar 1. Taman Setagaya |
Gambar 2. Pertanyaan yang disiapkan untuk Kuis Cepat Tepat |
Seringkali pikiranku membawaku mengingat nuansa Ramadan masa kecil. Di mana saat Ramadan aku sempat mengalami libur sekolah total selama sepekan, atau jika sekolah pun durasi waktu belajarnya pun diperpendek. Kemudian ada momen buka bersama di sekolah. Belum lagi rutinitas salat tarawih di masjid yang membuatku mengenal teman baru. Kumandang adzan, peringatan waktu imsak, hingga tilawah rutin ba‘da Ashar hingga menjelang waktu berbuka puasa amat kurindukan. Sungguh sebuah lingkungan kondusif dalam menjalankan ibadah Ramadan, yang kini amat terasa kemewahannya. Memori itulah yang memunculkan semangat untuk menghadirkan nuansa berbeda di bulan Ramadan. Agar indahnya Ramadan tetap dapat anak-anak rasakan di hati mereka, meskipun kegiatan mereka, terutama di sekolah, berjalan seperti hari biasa saja.
Gambar 3. Membuka gulungan kertas dan menjawab kuis yang tertera |
Menjelang akhir pekan, kami sekeluarga mengerjakan project beres-beres rumah. Ada seorang anak yang akan menginap di rumah. Anak-anak menyambut dengan riang. Karena alasan tersebut, mereka jadi makin bersemangat membereskan barang-barangnya. Sore harinya, saat tamu datang, anak-anak bersegera bermain bersama, sedangkan kami para ibu bercengkerama di dapur sembari menyulap daging menjadi bulatan-bulatan bakso untuk santap buka puasa. Dan di malam hari, menjelang tidur si sulung berinisiatif membacakan buku untuk adik-adik.
Gambar 4. Anak-anak dalam perjalanan di kereta menuju masjid |
Bersambung dengan agenda di hari Ahad. Kami menghadiri acara TPA di masjid As-Salam Warga Pengajian Austria (WAPENA). Ini adalah acara perdana TPA di masjid yang baru. Panitia mengajakku berkontribusi sebagai MC. Mereka juga sudah menyiapkan hadiah untuk anak-anak dan makanan siap santap untuk buka puasa sepulang dari acara. Bahagia rasanya bisa melihat anak-anak kembali berkumpul di masjid, berkegiatan bersama juga bertemu kembali dengan para wali santri setelah sekian lama tak bersua.
Gambar 5. Suasana saat MC membuka acara (Foto oleh Khoirul Anam) |
Dulu saat masih tinggal di Indonesia, si sulung sempat mencicipi kegiatan TPA di masjid perumahan kakek neneknya. Bukan sebagai peserta, karena masih terlalu kecil. Tapi ikut-ikutan om-nya yang saat itu belajar mengaji di TPA. Di sini, keberjalanan proses belajar TPA digerakkan oleh para wali santri, seperti konsep Community based Education. Sehingga tak mengherankan jika TPA mengadakan kegiatan, maka panitianya pun para wali santri, makanannya pun disiapkan oleh para wali santri. Semua repot, tapi senang. Guyub dan hangat. Semakin terasa bahwa memang perlu orang sekampung untuk mendidik anak. Dengan menjalankan bersama-sama maka sebuah program besar jadi memungkinkan untuk direalisasikan. Kebermanfaatan dan dampaknya pun meluas, bukan sekadar untuk diri maupun keluarga sendiri. Dampak positif lainnya adalah anak-anak melihat langsung teladan dari orangtuanya dalam mengeja ikhtiar. Dan itu adalah sebuah pembelajaran yang sangat berharga.
Sebagai materi inti, om Adit membawakan kajian bertajuk Keistimewaan Ramadan. Anak-anak semakin bersemangat beribadah di bulan Ramadan karena pemaparan materi kajian tersebut. Diskusi pun berlangsung interaktif, peserta ditanya bagaimana mereka menjalankan puasa dan memanjatkan doa. Usai acara ditutup, anak-anak langsung bermain bersama sebelum kemudian pulang ke rumah masing-masing. Alhamdulillah, senang rasanya ada kegiatan seperti ini di bulan Ramadan. Semoga menjadi memori spesial di ingatan mereka hingga kelak. Semoga kita semua, beserta dengan setiap langkah yang kita upayakan, senantiasa mendekatkan kita pada Allah dan selalu dalam naungan rida-Nya. Aamiin.
Comments
Post a Comment