Bismillahhirrohmanirrohim…
Atas izin Allah, menjelang akhir tahun 2021 ini saya
berkesempatan pulang ke Indonesia. Namun kesempatan ini pun beriringan dengan
info terbaru seputar masa karantina bagi pendatang dari luar negeri yang saat
ini menjadi sepuluh hari. Masa libur yang saya miliki hanya tiga pekan, jika
dipotong sepuluh hari, maka tersisa waktu sepuluh hari. Bismillah, semoga bisa
memanfaatkan waktu sepuluh hari tersebut dengan optimal.
Karena ini kondisi yang tidak biasa dan saya kurang
mengikuti update informasi terkini seputar hal ini, maka langkah pertama yang saya
perlu diambil adalah mencari referensi. Untuk mendapatkan informasi terkini, dan akurat, saya menghubungi dua
orang teman yang baru saja pulang ke Indonesia. Dari beliau berdua, saya dipaparkan
apa saja yang perlu dipersiapkan dan bagaimana urutannya. Cukup banyak memang,
namun bisa dikerjakan satu persatu.
Dimulai dengan mencari tiket penerbangan dan hotel tempat karantina. Banyak berita yang beredar bahwasanya banyak oknum yang memanfaatkan karantina ini untuk meraup keuntungan. Karenanya pemerintah menghimbau untuk melakukan reservasi hotel berbasis website resmi. Tidak perlu repot-repot mencari hotel dari mana-mana, daftar hotel karantina bisa diakses di website resmi D-HOTS PHRI. Di website tersebut sudah ada daftar hotel mulai dari bintang dua hingga bintang lima. Harga satu paket untuk satu orang mulai dari tujuh juta dua ratus ribu rupiah. Paket untuk dua orang atau lebih pun beda lagi, tidak otomatis per paket individu dikali dua. Reservasi dilakukan dengan menghubungi nomor kontak yang tertera (via WhatsApp).
Dari nomor
kontak tersebut, kita akan mendapatkan informasi seputar harga dan fasilitas paket
karantina selama 10 hari (di 19 Desember 2021). Kita juga bisa mengajukan
pertanyaan seputar fasilitas hotel secara detail, ke contact person tersebut.
Jika kita sudah menemukan yang cocok, lanjut dengan mengirimkan data dan menentukan
pilihan, apakah mau dibayar via transfer atau saat check in di hotel. Setelah itu
kita akan mendapatkan barcode.
Setelah itu, sertifikat vaksin dan bukti tes PCR (Polimerase Chain Reaction) negatif. Sertifikat vaksin dari negara keberangkatan (kalau di Wina, sertifikat dicetak di selembar kertas A4 di apotek setempat) dan bukti tes PCR negatif, dicetak dan ditaruh tas. Untuk tes PCR, saya menggunakan Allesgurgelt dan melakukannya sehari sebelum hari H dan saat hari H keberangkatan. Sedangkan untuk kebutuhan perjalanan saat di Indonesia, sertifikat vaksin perlu diverifikasi terlebih dahulu di website Kemenkes RI. Proses verifikasi membutuhkan waktu sekitar tiga hari (dalam pengalaman pribadi saya) yang dikonfirmasi melalui email. Lalu registrasi di aplikasi Peduli Lindungi.
Ada sedikit
tantangan terkait data e-HAC (Electronic Health Alert Card). Jadi saat pemeriksaan
pertama di bandara Wina (saya sudah melakukan check in secara online, jadi
tinggal menaruh bagasi dan pengecekan dokumen), ketika pihak maskapai
mengetahui bahwa negara tujuan akhir adalah Indonesia, maka saya diminta menunjukkan
e-HAC. Saya sudah mengunduh aplikasi Peduli Lindungi, namun saya belum bisa
mengisi data untuk e-HAC karena hotel tempat saya karantina belum ada di daftar
hotel di formular tersebut. Sebagai gantinya, saya menunjukkan barcode yang saya
dapatkan dari pihak hotel.
Proses
sempat terjeda. Petugas maskapai bertanya ke pimpinannya. Kemudian saya diminta
berpindah loket, menjelaskan secara langsung perihal kondisi tersebut. Sembari
menyerahkan barcode, saya memaparkan kemungkinan bahwa list hotel memang belum
diperbarui. Saya memakluminya, karena saat itu bersamaan dengan masuknya hotel
bintang dua sebagai tempat karantina. Namun khawatir juga akan membuat
proses pemeriksaan tersendat. Namun alhamdulillah, akhirnya disetujui dan
proses bisa kembali berlanjut.
Oh iya, jika smartphone yang kita gunakan dibeli di negara
domisili kita di luar Indonesia, maka kita perlu registrasi IMEI dulu melalui
website Bea Cukai.
Untuk poin ini, saya juga
belum melakukannya hingga akhir. Masih sampai tahap mendaftar online dan
mendapatkan barcode. Karena untuk bisa lanjut mengurus ke kantor Bea
Cukai, harus selesai masa karantina terlebih dahulu. Maka untuk antisipasi,
saya membawa smartphone lama yang memang dulu dibeli di Indonesia, untuk bisa
digunakan dengan kartu SIM lokal selama di Indonesia.
Untuk proses di bandara Soekarno Hatta sendiri, durasi
prosesnya amat relatif, bergantung jumlah antrian. Saya mendarat di jam 15.15
WIB, relatif lengang sehingga prosesnya berlangsung cukup cepat, sekitar jam
16.30 WIB proses sudah selesai, kecuali hasil PCR. Setelah menunggu sekitar
satu jam, hasil PCR keluar dan perjalanan bisa berlanjut ke hotel tempat
karantina. Ini untuk yang tempat karantinanya di hotel ya. Untuk yang ke Wisma
Atlet, jalur antriannya berbeda dan saya tidak mengetahui secara jelas.
Selama menunggu hasil PCR, kita bisa membeli camilan di
Family Mart, yang berada di ujung area tunggu. Tadinya, saya sempat khawatir
sulit bertemu dengan pihak hotel yang melakukan penjemputan, karena saya tidak
menemukan jaringan WiFi di lokasi penjemputan. Tapi saat sampai di sana, banyak
pihak hotel yang stand by dan otomatis akan bertanya pada kita, karantina di
hotel mana. Setelahnya, mereka akan memanggil nama hotel tersebut dan berkoordinasi
online. Benar saja, selang beberapa menit saya pun bertemu dengan pihak hotel.
Menjelang Maghrib, alhamdulillah proses selesai, keluar
bandara bersama dengan petugas hotel dan melanjutkan perjalanan menuju hotel tempat
karantina. Alhamdulillah, 17 jam perjalanan Wina-Jakarta terlalui atas izin
Allah. Semoga perjalanan ini membawa berkah dan senantiasa dalam naungan rida-Nya.
Aamiin…
Jakarta, penghujung Desember 2021
Comments
Post a Comment