Bismilahhirrohmanirrohim...
Kali ini saya ingin menuliskan seputar acara
yang baru saja Himpunan Mahasiswa (HIMA) Institut Ibu Profesional Efrimenia
(Eropa, Afrika, Amerika dan Oseania) selenggarakan berkenaan dengan Hari
Perempuan Internasional di tanggal 8 Maret 2021 lalu. Sebenarnya bukan baru
saja ya, mengingat acaranya sudah sebelas hari yang lalu. Namun tak apa, karena
memang baru sekarang saya bisa mendokumentasikannya. Mendokumentasikan proses
belajar adalah hal penting bagi saya sebagai salah satu ikhtiar untuk mengikat
ilmu.
Himpunan Mahasiswa (HIMA) Institut Ibu Profesional Efrimenia merupakan wadah berkumpul para member Ibu Profesional yang memilih belajar di komponen Institut dengan mengikuti kelas belajar berjenjang mulai dari kelas Matrikulasi, Bunda Sayang, Bunda Cekatan hingga Bunda Shalihah. Jadi, member HIMA adalah member aktif dari kelas belajar yang beragam. Nah, HIMA menyediakan beragam ruang berbagi dan aktualisasi diri bagi para member karena kami meyakini bahwasanya berbagi akan membuat kita semakin bahagia sekaligus juga mengantarkan kebahagian untuk orang lain. Di HIMA ini saya mengemban amanah sebagai leader sejak Januari 2020 lalu.
Acara ini sebenarnya acara dadakan, karena
idenya baru muncul di tanggal 2 Maret 2021. Sebelumnya saya selaku leader dan
mba Wafi selaku manajer Program HIMA Efrimenia memang sedang tektokan koordinasi
seputar program HIMA di tahun 2021 ini. Saya mengajukan program baru sebagai
ruang berbagi yang bisa diakses oleh pihak umum dengan tajuk BELGIA (Berbagi
Ilmu dan Pengalaman dengan Bahagia). Lalu tercetus ide spontan,
Mengapa tidak, kita jadikan Hari Perempuan
Internasional sebagai momen BELGIA perdana?
Jika demikian, apa topik yang akan diangkat?
Jujur, tantangan zona waktu dan sebaran wilayah
yang luas memang sebuah tantangan yang luar biasa dalam regional kami. Untuk
diskusi satu topik di WAG saja, kami perlu waktu sekitar satu pekan untuk
memberi waktu yang cukup bagi semua member. Saat di Eropa pagi, di Amerika
sedang menjelang tidur, di Oseania sedang siang jelang sore hari. Ada yang baru
punya alokasi waktu untuk berkontribusi di akhir pekan karena bekerja di ranah
publik, ada yang gadget off di akhir pekan. Saat di benua Eropa,
Afrika dan Australia sudah hari Senin, di Amerika masih hari Minggu. Saat
mayoritas akhir pekan itu adalah hari Sabtu dan Minggu, ada pengurus dan member
yang tinggal di negara di mana hari liburnya adalah Jum’at dan Sabtu. Jika mencari
titik temu jam untuk koordinasi live via Zoom Meeting, salah satu
dari zona waktu ada yang di tengah malam, sehingga perlu bicara sembari berbisik atau di
tengah kegelapan. Hahaha. Sungguh keunikan ini amat menantang, memicu kami
untuk senantiasa merumuskan solusi kreatif.
Berangkat dari kondisi tersebut, muncul ide
dalam pikiran, untuk mengangkat topik yang tak membutuhkan banyak waktu untuk
berkoordinasi dan sudah menjadi pengalaman belajar dari masing-masing member.
Maka, topik yang diangkat adalah :
Inspirasi Komunitas Perempuan dari Berbagai Negara
Teringat obrolan bersama Pak Dodik dan Bu Septi
saat acara BUANA bulan lalu bahwasanya para perantau adalah orang-orang yang
terbiasa menaklukkan tantangan. Mereka sudah biasa beradaptasi dan keluar dari
zona nyaman.
Maka kali ini, kami mengajak member untuk
berbagi pengalamannya dalam bergerak di negara domisilinya. Bagaimana mereka
beradaptasi dengan lingkungan mutikultural dalam bahasa asing, menyerap ilmu
dan manfaat hingga berkontribusi dalam komunitas tersebut.
Saat kami membuka kesempatan berbagi di WAG
HIMA Efrimenia, ada lima orang member yang siap berbagi pengalaman, termasuk di
dalamnya saya dan mba Wafy dimana kami juga mencakup sebagai pengurus.
Berikut rangkuman singkat sharing dari
tiap member :
Mba Febby (California, AS) : komunitas Microwives (para ibu yang memasak dengan microwave)
Di komunitas ini, para ibu berbagi tutorial
memasak makanan yang semuanya menggunakan microwave sehingga cukup
praktis. Para anggota komunitas ini kemudian membuka PO makanan ke masyarakat
umum. Komunitas ini juga mengadakan penggalangan dana untuk pembangunan
masjid di California. MasyaAllah...
Mba Rohmah (Iowa, AS) : komunitas Homeschooling
Berawal dari perkenalan dengan ibu-ibu pelaku Homeschooling
yang kemudian saling kenal dan menyelenggarakan playdate bersama
untuk anak-anaknya. Interaksi multikultural ini membuka kesempatan bagi mba
Rohmah untuk belajar menerapkan clear and clarify dengan sesama. Mengedepankan
ketersampaikan informasi antara komunikator dengan komunikan ketimbang rasa
sungkan.
Mba Mia (Hannover, Jerman) : komunitas Spokusa
Mba Mia yang sudah tinggal selama tujuh tahun
di Jerman, sudah banyak bergabung di komunitas di Jerman. Salah satu kegiatan
di komunitas ini adalah sarapan bersama. Dari kegiatan ini, mba Mia jadi berkesempatan
mencicipi aneka menu sarapan ala Jerman dan Turki. Ada juga kegiatan
jalan-jalan bersama menjelajah alam dan budaya Jerman. Bahkan kegiatan sosial
seperti membantu orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang kemudian
mengantarkan mba Mia untuk meningkatkan rasa syukur.
Mba Wafi (Kairo, Mesir): komunitas mahasiswa
Mba Wafi, yang merupakan moderator acara, juga kami minta untuk berbagi pengalaman beliau dalam berkomunitas di Mesir. Mba Wafi sudah tinggal di Mesir sejak beliau kuliah dan masih belum menikah. Dengan tinggal di asrama mahasiswa, beliau jadi banyak belajar budaya dari segala penjuru dunia. Dan pesan dari pihak kampus adalah
Kalian itu tamu kami dan kalian itu akan jadi duta kampus di negara masing-masing.
Sehingga sejak awal setiap mahasiswa sudah dipersiapkan untuk menjadi duta sekembalinya kelak ke tanah air. Pengingat yang sangat mengena dari Al Azhar yang dikutip oleh mba Wafy,
Kita ini duta, selalu menjadi orang asing di dunia ini. Semua pasti akan kembali.
MasyaAllah...
Mesa (Wina, Austria) : program belajar di
komunitas sosial
Saya sendiri baru tinggal di Wina sejak Mei
2018 tanpa menguasai kemampuan bahasa Jerman yang menjadi bahasa lokal warga
setempat. Karenanya saya belum terpikir untuk bergabung komunitas lokal. Namun
bergeraknya diri untuk belajar bahasa Jerman secara gratis dengan memanfaatkan
fasilitas yang disediakan di sini, justru mengantarkan saya mengenal komunitas
sosial. Ya, selama lima semester saya belajar bahasa Jerman di tiga komunitas
sosial untuk perempuan imigran, yaitu di LEFÖ, Vereinigung für
Frauenintegration dan Peregrina. Di tempat ini tersedia kursus bahasa Jerman
secara gratis maupun berbayar dengan harga terjangkau dan dilengkapi fasilitas
penitipan anak. Proses ini juga menjadi proses permulaan adaptasi anak kedua
saya untuk bersosialisasi di lingkungan yang menggunakan bahasa Jerman, sebelum
masuk di TK.
Bergabung di komunitas sosial dengan mengikuti
program belajar bahasa Jerman membuat saya belajar bukan hanya bahasa baru saja
namun juga memahami bagaimana kebiasaan orang dari negara lain menjalankan
sebuah proses belajar. Dua diantaranya adalah bagaimana pengajar kursus menjaga
privasi orang lain termasuk no.HP setiap peserta dan memberikan strategi
belajar bahasa dengan memulai dari hal yang kita sukai. Perjalanan ini kemudian
membuka kesempatan untuk saya mengikuti berbagai program pengembangan diri
perempuan.
Alhamdulillah sesi perdana BELGIA berjalan cukup lancar. Tantangan di balik layar Alhamdulillah bisa dihadapi bersama. Ya, siapa sangka jika di tengah sesi live ada salah satu yang izin terlebih dahulu untuk menunaikan salat Shubuh karena di wilayahnya baru masuk waktu Shubuh. Ada yang baru bisa hadir menyusul setelah tiga puluh menit acara berlangsung sepulang kerja di ranah publik. Ada yang live sambil digelayuti oleh tiga orang buah hati. Ada yang perlu izin pamit terebih dahulu di rapat yang seharusnya beliau ikuti hingga tuntas. Dan ada yang begitu usai live bersegera memakai jaket dan keluar rumah untuk berlari menjemput putrinya di sekolah. Sekalipun demikian semuanya dilakukan dengan bahagia dan lillahi ta’ala.
Senang rasanya bisa berkontribusi melalui cerita pengalaman untuk teman-teman Ibu Profesional dan para perempuan di seluruh dunia. Saya menyimak bagaimana teman-teman bergerak di wilayahnya masing-masing bersama komunitas lokal, dalam sebuah lingkaran kebaikan. Dari sini saya menyadari bahwa komunitas lokal memiliki peranan untuk menjadi salah satu support system yang bisa membantu para ibu rantau untuk beradaptasi dengan lebih nyaman dan efektif. Semoga Allah tuntun langkah kita senantiasa, aamiin…
Wina, 20 Maret 2021
Mesa Dewi Puspita
Comments
Post a Comment