Perjalanan Mencari Kursus Bahasa Jerman Gratis yang dilengkapi Fasilitas Penitipan Anak di Kota Wina, Austria
Bismillahirrohmanirrohim…
Sudah sejak lama, saya ingin menulis seputar perjalanan dalam mencari kursus bahasa Jerman. Namun masih terus tertunda, perlu mendahulukan prioritas lainnya mengingat alokasi waktu yang terbatas. Alhamdulillah kali ini Allah hadirkan kesempatan tersebut, saat di sini sedang libur Natal sehingga sekolah dan kursus bahasa Jerman juga sedang libur.
Mengapa harus kursus bahasa Jerman?
Harus? Ngga juga. Bergantung tingkat urgensi yang dirasakan setiap orang saat bermukim di rantau. Ada alasan yang bagi seseorang adalah hal yang penting banget, tapi buat orang lain biasa saja. Ada juga yang merasa alasan tersebut penting, namun memilih jalan lain untuk mencapai tujuan tersebut. Hal itu wajar dan ngga apa-apa. Poin utama menurut saya adalah, sebelum belajar sesuatu, penting bagi diri untuk menemukan strong why terlebih dahulu. Contoh kasus bagi saya, kenapa sih perlu belajar bahasa Jerman? Demi apa memilih melangkah di upaya tersebut?
Apapun upaya yang kita jalani, sebagai
muslim tentu muaranya adalah meraih rida Allah. Apakah dengan belajar hal ini, bertambah amal
kebaikan yang bisa saya lakukan? Apakah melalui usaha ini ,bertambah kesempatan
mendulang ilmu dan wawasan, yang kemudian bisa jadi jalan kebermanfaatan? Ini menjadi
renungan setiap memulai langkah.
Bagi saya pribadi, strong why belajar bahasa Jerman adalah untuk hidup adaptif. Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini kota Wina merupakan kota layak huni terbaik di dunia. Maka bagi saya pribadi dua tahun lalu, saat Allah sudah memberikan kesempatan tinggal di kota ini, bagaimana cara saya mensyukuri nikmat yang sudah Allah berikan? Salah satu jalan mengoptimalkan kesempatan belajar yang sudah terpampang di depan mata adalah dengan mempelajari bahasa Jerman, bahasa lokal yang digunakan dalam keseharian warga asli.
Ada sebuah motto yang terkenal, „Sprachen öffnen
Türen“, yang kurang lebih artinya "Bahasa membuka banyak pintu". Ya, bahasa ibarat kunci yang membuka pintu peluang belajar berbagai ilmu baru. Aktivitas saya bersama anak-anak berkegiatan ruang publik membuat
saya tersadar bahwa penting bagi diri saya untuk menguasai bahasa Jerman
sebagai bekal tinggal di sini. Qodarullah beberapa bulan setelah kedatangan
kami di kota Wina, anak kedua kami sempat menjalani rawat inap di rumah sakit
dan mengharuskan saya berinteraksi dengan para tenaga medis yang kerap memberikan
paparan dengan bahasa Jerman. „Saya harus segera belajar bahasa Jerman agar bisa
menjalankan peran diri dengan optimal!“ gumam saya dalam hati. Mungkin tingkat
urgensi yang saya rasakan berbeda dengan suami yang sehari-hari banyak
beraktivitas di kampus menggunakan bahasa Inggris. Tak banyak tantangan bahasa
yang beliau alami sehingga beliau tak perlu segera belajar bahasa Jerman.
Cara belajar bahasa Jerman yang paling efektif
tentu dengan mengikuti kursus. Namun ternyata harganya selangit, sangat mahal
untuk ukuran keluarga mahasiswa seperti kami. Selain itu, di tempat kursus
tersebut tidak menyediakan fasilitas penitipan anak sedangkan anak kedua saya
saat itu masih berusia 1.5 tahun. Dari pihak lain, muncul masukan opsi solusi
turunan agar saya bisa belajar bahasa Jerman, seperti memasukkan anak lebih
dini ke Kindergarten atau dengan mengundang guru privat untuk datang ke
rumah. Namun saya dan suami belum merasa itu sebagai pilihan yang akan diambil.
Kami masih bertanya-tanya, adakah peluang belajar lain yang lebih ramah
kondisi?
Alhamdulillah ternyata ada! Saya bersyukur
banyak warga Indonesia di kota Wina. Setiap pekan pun kami rutin bertemu
di acara pengajian di masjid. Dari
forum silaturahim tersebut, saya mendapatkan informasi kursus bahasa Jerman
untuk para ibu di Vereinigung für Frauenintegration (VFI). Lembaga kursus ini
hanya buka dua kali sepanjang tahun dan ada tes penempatan terlebih dahulu. Di akhir
bulan Agustus, saya datang mengantri dan melakukan tes penempatan, namun hasil
tes saya belum cukup tinggi untuk bisa mendapatkan kuota, menyisihkan ratusan
peserta lainnya. Saya sudah menebaknya, karena memang saya merasa mengerjakan
soal dengan tidak lancar. Ngga apa-apa, setidaknya sudah mencoba ya. Selain penolakan,
saya mendapatkan oleh-oleh dua lembar kertas berisi informasi aneka lembaga
kursus yang bisa saya hubungi untuk kursus bahasa Jerman. Baik, saya pun mulai
menghubungi satu-persatu. Jika dirangkum, berikut daftar lembaga yang saya
datangi atau kontak via telefon :
Jawaban : ditolak. Karena kursus hanya untuk
para ibu yang menempuh pendidikan maksimal delapan tahun. Lebih dari itu, tidak
bisa diterima. Namun semester lalu saya mencoba Sprachencafé, program
lain yang mereka miliki, seperti kelas Conversation setiap hari Selasa
hingga Kamis dengan beberapa pilihan waktu. Selama pandemi, kegiatan tersebut juga
bisa diikuti secara daring.
Jawaban : ditolak, dengan alasan serupa dengan
Station Wien.
Jawaban : ditolak, karena untuk kursus di situ,
harus memiliki dasar minimal A1 sedangkan saya belum pernah kursus sama sekali.
Ada juga beberapa tempat kursus yang saya
datangi dan kontak, namun saya lupa namanya. Masih belum mendapatkan jawaban
positif, bahkan ada yang ternyata lokasinya sudah pindah dan alamat tersebut
sudah beralih fungsi menjadi kantor lain. Namun saat saya menceritakan
kebutuhan saya, mereka memberikan rekomendasi tempat yang mereka ketahui.
Mencari tempat kursus dari satu tempat ke
tempat lain bersama baduta saat itu cukup menghadirkan kelelahan. Saat tak
kunjung mendapatkan jawaban positif, saya sempat meminta pandangan
mereka,
„Saya baru tiba di Wina empat bulan dan butuh belajar bahasa Jerman. Saya memiliki anak berusia 1.5 tahun. Ada banyak lembaga kursus namun belum ada yang saya temui menyediakan fasilitas penitipan anak. Apakah Anda memiliki rekomendasi tempat lain, di mana saya bisa belajar?”
Setelah mencoba datang ke berbagai tempat juga menghubungi via telefon namun hasilnya masih nihil, sebuah ayat dalam Al Qur'an mengingatkan saya,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (An Nisa [4] : 32)
Bahwasanya ikhtiar senantiasa diiringi dengan tawakkal, memohon pada Allah ditunjukkin jalan yang terbaik, dan berpasrah padaNya. Beberapa pekan kemudian, saat saya merasa bahwa Allah menyuruh saya untuk belajar sendiri terlebih dahulu dan kembali tes di VFI untuk semester berikutnya, saya mendapatkan telefon dari salah satu lembaga kursus yang sudah saya kontak dahulu. Beliau menawarkan satu kuota untuk saya karena ada peserta yang mengundurkan diri dan tidak datang kembali. Namun jamnya adalah jam siang hari dan proses belajarnya agak lambat. Karena prioritas saya saat itu adalah gratis dan tersedia fasilitas penitipan anak, maka saya pun menerima tawaran tersebut.
Perjalanan di babak baru pun dimulai, saya dan anak-anak mulai beradaptasi, menempuh perjalanan ke tempat kursus sepulang menjemput si sulung di Kindergarten. Biasanya saya menjemput si sulung sebelum jam dua belas sehingga tiba lebih awal di tempat kursus dan ada waktu untuk makan siang. Tidak mudah memang, terlebih saat musim dingin dan saat anak mengantuk di siang hari. Namun kami coba menjalankan prosesnya dengan bahagia. Perlahan, anak-anak pun memahami bahwa saya memang perlu belajar bahasa Jerman. Di titik ini saya merasa bahwa Allah memberi kesempatan saya belajar lebih dari bahasa, namun justru mengenai daya tahan dan pembentukan pola pikir positif. Bahwa bahagia itu merupakan sebuah pola pikir yang dibentuk berlandaskan rasa syukur, bukan hanya sebuah respon.
Semester berikutnya, saya kembali mengikuti tes
di VFI. Kali ini, alhamdulillah diterima di kelas A1+ dan mendapat kelas pagi
hari. Saya pun mengurus perpanjangan durasi si sulung di Kindergarten
agar bisa saya jemput sepulang kursus. Anak kedua pun sudah tumbuh besar, lebih
bisa memahami kondisi, beradaptasi dan mood-nya lebih bagus karena masih
di pagi hari. Selama tiga semester, saya belajar bahasa Jerman di sini.
Gambar 2. Vereinigung für Frauenintegration |
Lulus dari VFI, saya kembali mencari tempat
kursus baru. Untuk level B2 di Verein, alternatifnya bisa di Integrationshaus
dan Peregrina. Namun saat saya menghubungi Integrationshaus, jadwal
yang dimiliki baru ada dua semester ke depan, artinya saya perlu menunggu satu
semester. Sedangkan di Peregrina, masuk ke daftar tunggu di semester berikutnya
sehingga saya tidak perlu menunggu berbulan-bulan. Namun karena B2 sudah
bukan termasuk level pondasi, maka ada biaya sebesar 70 Euro untuk satu evel
tersebut. Harga tersebut masih jauh terjangkau daripada biaya pada umumnya (300-400
Euro per level).
Setelah datang langsung untuk mendaftar dengan menunjukkan hasil tes level B1 dan menunggu kabar, alhamdulillah hasilnya positif diterima. Kali ini si sulung sudah masuk Volksschule dan anak kedua mulai masuk Kindergarten. Kini, saat saya menulis cerita ini, alhamdulillah kelas B2 baru selesai. Informasi mengenai pembukaan kelas level B2 di Peregrina bisa diakses di situs berikut. Belakangan ini saya mulai memberanikan diri mengikuti forum diskusi dan meminjam buku yang saya minati. Motto „Sprachen öffnen Türen“ sangat terasa. Menguasai bahasa Jerman membuka peluang belajar sebuah ilmu baru dan berinteraksi lebih luas lagi.
Gambar 3. Peregrina |
Bagi teman-teman yang sedang mencari kursus bahasa Jerman di kota Wina dengan fasilitas penitipan anak, silakan membuka situs pemerintah kota Wina berikut. Ada banyak informasi lembaga kursus yang bisa dikunjungi situsnya satu persatu dan dikontak langsung via telefon untuk mengetahui ketersediaan kuota kursus dan hal detail lainnya. Jika membutuhkan informasi seputar LEFÖ, VFI maupun Peregrina, silakan kontak saya untuk diskusi lebih lanjut ya. Semoga dengan membaca tulisan ini, teman-teman yang sedang mencari hal serupa, bisa bertemu dengan tempat kursus yang tepat, dengan waktu yang lebih singkat dari yang saya alami. Dalam perjalanan belajar bahasa Jerman ini, amat saya rasakan bahwa pertolongan Allah itu sangat nyata dan dekat. Dan semoga rida Allah senantiasa mengiringi setiap langkah yang terayun dalam menapak keluasan ilmuNya. Aamiin.
MaasyaAllah, Mbak Mesa terlihat banget kesungguhannya dalam banyak hal. Makasih udah sharing pengalaman dan informasinya Mbak.
ReplyDeletemasyaaAllah...ini juga karena izin dan kesempatan dari Allah. Makasih juga udah baca mba Atin, dinanti kehadirannya di Wina. :)
ReplyDeleteSubhanallah mba acem, salut sama pwrjuanganmu merantau. Selalu menginspirasi
ReplyDelete