Bismillahhirrohmanirrohim…
Salah satu ciri khas pembelajaran di Ibu Profesional yang
saya sukai adalah, adanya kebiasaan untuk saling mengapresiasi dan
berkolaborasi satu sama lain. Ini penting, karena sering saya rasakan, perbedaan
pendapat antar ibu satu dengan yang lainnya berujung pada kompetisi dan
perpecahan.
Saling mengapresiasi itu tidak mudah, karena untuk bisa
mengapresiasi orang lain, kita perlu untuk mampu mengapresiasi diri sendiri. Berkolaborasi pun bukan perkara
sepele, jauh lebih mudah dan cepat jika bergerak sendiri. Lalu mengapa saling
mengapresiasi dan berkolaborasi antar sesama ibu dan perempuan itu penting?
Karena sebuah apresiasi identik dengan penerimaan dan penerimaan itu penting
bagi seorang perempuan, keberadaan teman yang percaya terhadapnya pun akan
menguatkan pijakan diri. Dan dengan
berkolaborasi, sebuah pergerakan akan bisa memiliki dampak yang meluas.
Setelah
enam pekan saya menjalankan program Mentorship dengan menjadi mentor dan
mentee dalam waktu bersamaan, saya jadi merasakan bagaimana rasanya
berada di posisi pasangan saya. Saat saya menyapa mentor, saya bisa
merasakan bagaimana perasaan mentor saya menerima sapaan saya. Saat mentee saya
menyampaikan banyak pertanyaan beruntun, hingga Video Call pun berdurasi
sampai satu jam, saya bisa merasakan antusiasme beliau dalam belajar dan
mengulik suatu hal yang sedang ditekuni karena saya merasakan juga bagaimana
sensasi berada di posisi mentee. Berikut kemajuan yang saya rasakan dari mentor dan mentee saya.
Untuk masing-masing pasangan saya, saya menyiapkan satu
surat. Berikut surat untuk mentee saya, kami belajar bersama seputar
Manajemen Waktu ala Ibu Rantau yang merupakan spesifikasi dari program Adaptif
ala Ibu Rantau :
Dan berikut
adalah surat untuk mentor saya, yang bersama beliau saya mengasah keterampilan
berbahasa Jerman :
Surat diatas bisa jadi banyak salahnya. Karena justru di program ini saya belajar dari
ketidaksempurnaan. Ada salah tak apa, namun dari kesalahan itu saya belajar memperbaikinya.
Saya sangat terbuka jika pembaca sekaliyan berkenan menyampaikan dimana saja
letak kesalahan saya sehingga bisa saya perbaiki dan pelajari kembali.
Di pekan
pertama dan kedua Mentorship, saya belum mengambil keterampilan bahasa
Jerman, saya memilih bidang Beauty Care bersama seorang mentor yang dari
beliau saya belajar banyak hal dalam waktu singkat. Karenanya, saya pun membuat
surat untuk beliau.
Setelah
membuat selebrasi kemajuan dengan menuliskan surat untuk mentor dan mentee,
saya mewarnai kupu-kupu yang menggambarkan suasana hati saya selama menjalankan
program Mentorship ini. Jujur, di awal saya bingung bagaimana mewarnai
kupu-kupu ini. Saya merasa belum menemukan dasar pemilihan warna dan cara
mewarnainya. Namun kemudian saya menganalogikan bahwa setiap garis di sayap dan
badan menunjukkan tahapan perkembangan dalam proses belajar yang saya jalankan
selama program ini.
Proses
mewarnai kupu-kupu ini membuat saya terdiam sesaat. Melukiskan suasana hati? Suasana
hati yang saya rasakan selama program Mentorship ini tentu naik turun. Ada
kalanya bingung, ada kalanya antusias, ada kalanya kecewa, ada kalanya bahagia
bahkan hectic. Namun rasa itu tak melebur jadi satu, melainkan silih
berganti. Maka saya memilih untuk member warna di setiap haris sayap dan badan.
Sayap saya analogikan sebagai fase menjalani proses sebagai mentee.
Bagaimana saya bertumbuh dengan berproses mengasah keterampilan bahasa
Jerman, yang sejatinya melibatkan semua aspek kehidupan. Bagaimana maksudnya?
Poin intinya memang belajar bahasa Jerman, namun untuk bisa memiliki waktu yang
cukup untuk belajar dan mengerjakan tugas, saya dilatih untuk menjalankan
manajemen waktu. Agar prioritas utama saya ini dipahami oleh para anggota
keluarga lain sehingga mereka justru bisa menjadi support system utama di
proses ini, saya mendapat kesempatan untuk mempraktikkan komunikasi produktif. Agar
apa yang sedang dipelajari ini tak hanya menjadi kesibukan dunia namun juga
meraih keberkahanNya, setiap kesulitan materi yang saya rasakan, menjadi momen
untuk mengadu dan memohon pada Allah.
Sayap kupu-kupu saya warnai berurutan dari bawah ke atas,
saya analogikan sebagai perjalanan yang saya mulai dari pekan pertama hingga
nanti pekan kedelapan dan aliran rasa. Di awal program saya merasa bingung
bagaimana cara memulainya, saking antusias di awal hingga saya sempat berbelok
arah tujuan dengan mengambil bidang keterampilan yang menarik hati padahal tak
ada di peta belajar saya. Pekan ketiga pun temaran karena diliputi keresahan.
Berlanjut di pekan keempat saya merasa hectic namun antusias karena saya
sudah mantap menentukan pilihan untuk berpindah bidang. Artinya saya kembali
fokus di prioritas utama yang sudah saya tetapkan sejak tahap telur namun
konsekuensi logisnya adalah saya harus bergerak cepat mengejar ketertinggalan. Sejak
kembali ke bidang yang sedang digeluti, saya merasa jauh lebih nyaman. Antara kelas Bunda Cekatan dan
kursus intensif yang saya lakukan bisa berjalan seiring sejalan. Ya, mungkin
kapasitas saya masih harus fokus di satu bidang dulu, belum sanggup bercabang.
Namun satu yang spesifik ini saya tekadkan sungguhi sepenuhnya.
Sedangkan
untuk badan kupu-kupu, saya warnai seiring dengan proses belajar saya menjadi
mentor di program ini. Di awal, dimulai dari bagian bawah, saya masih
meraba-raba, bidang apa yang akan saya tawarkan? Kemudian seteah mendapatkan mentee,
muncul pertanyaan pada diri, sistem mentorship seperti apa yang akan
kami jalankan? Sembari jalan, saya bersyukur hanya memiliki mentor dalam jumlah
sedikit. Awalnya dua, namun yang berlanjut hanya satu orang hingga saat ini.
Sedangkan yang satunya tidak ada kabar sejak pekan ketiga mentorship.
Mungkin sedang ada urusan lain yang mendesak dan diprioritaskan untuk saat ini.
Mentee satu yang aktif ini memiliki rasa ingin tahu dan semangat belajar
yang tinggi. Jika
memungkinkan, beliau selalu ingin diskusi dan konsultasi via Video Call.
Karena bidang manajemen waktu juga merupakan bidang yang menjadi concern saya,
maka saya merasa mendapatkan teman bertumbuh dan berbagi insight. Akhirnya
saya merasa skenario Allah begitu baik. Satu mentee saja namun dengan
karakteristik demikian, sesuai dengan kapasitas diri saya sehingga kesempatan mentorship
ini pun bisa saya jalankan bersama beliau dengan optimal dan interaktif.
Alhamdulillah. Bersyukur rasanya Allah sampaikan pada pekan ketujuh di program Mentorship pekan ini. Ada kalanya saya takut melangkah karena harus menjajal hal baru, ada kalanya saya galau karena merasa salah langkah dan harus menentukan sikap untuk langkah berikutnya, ada kalanya konsekuensi yang ditanggung atas sebuah pilihan itu terasa berat dijalankan, ada kalanya juga saya sedih karena merasa kurang optimal dalam berproses. Namun secara keseluruhan, saya merasa bahagia, antusias dan berbinar menjalankan rangkaian proses belajar di program Mentorship ini. Terima kasih pada semua pihak yang sudah menjadi supportsystem, yang memberikan dukungannya, yang memberikan testimoninya, bahkan memberikan kritik dan saran yang membangun. Setiap langkah dalam proses ini tak lain dan tak bukan adalah salah satu cara untuk menggapai ridaNya.
Wina, 7 Juli 2020.
Comments
Post a Comment