Sempat Salah Prioritas, Kali Ini Saya Kembali On-Track dengan Proyek Mama lernt Deutsch di Program Mentorship
Saya sama sekali tak menyangka bahwa di pekan ketiga ini
justru saya memutuskan untuk beralih topik Mentorship dan melaju mundur ke
tahap awal program Mentorship. Namun keputusan ini lah yang akhirnya
saya ambil sebagai upaya menjalankan tahap Kupu-Kupu dengan optimal, agar dapat
terbang dengan sayap yang kuat.
Mengapa bisa demikian?
Di awal program Mentorship, saya bingung. Apa
penyebabnya? Karena saya menyadari topik yang saya canangkan di peta belajar
sangatlah spesifik, yaitu belajar Bahasa Jerman. Mengapa saya memutuskan untuk
menjadikan belajar bahasa Jerman sebagai prioritas utama? Karena memang hal
tersebut yang menjadi kebutuhan belajar mendesak saya saat ini. Alokasi waktu
untuk belajar atau pengembangan diri pun banyak berfokus pada proses belajar
bahasa Jerman.
Saya mengambil kursus intensif sejak Maret 2019. Empat kali dalam sepekan, dengan
durasi 3.5 jam per hari, selama sekitar 3 bulan. Jika kursus intensif libur,
saya mengikuti kelas Speaking atau Konversationsstunde di perpustakaan atau Nachbarschaftszentrum.
Meskipun riweuh, saya menjalani proses belajar bahasa Jerman ini dengan
bahagia. Menguasai bahasa Jerman membuat saya bisa berkomunikasi dan membangun
relasi, bagi orang dengan bakat relator kuat seperti saya, ini menjadi
modal penting. Saya juga bisa lebih yakin dan percaya diri untuk mengurus
dokumen maupun hal-hal penting lainnya karena tidak harus bergantung sepenuhnya
dengan bantuan orang lain.
Saat masuk
program Mentorship, saya mengamati pergerakan teman-teman yang juga saya
ketahui sedang belajar bahasa Jerman juga. Ternyata beberapa teman
tersebut tidak mengambil topik bahasa Jerman sebagai topik Mentorship beliau.
Saya tak bisa meminang beliau-beliau sebagai mentor. Saya pun mulai berpikir
untuk melaju di tahap Kupu-Kupu ini dengan topik di prioritas kedua, seputar Selfcare.
Saat mencari mentor, Allah pertemukan saya dengan mba Setio Rini yang
menawarkan topik Beauty Care. Aha, ini topik yang saya cari!
Pekan pertama saya dan mba Rini berkenalan. Pribadi beliau
yang hangat menjadikan saya nyaman untuk berkonsultasi dan kerap bertanya.
Dilanjutkan di pekan kedua kami mengobrol melalui Video Call. Beliau
yang sudah lama berkecimpung di dunia Beauty Care pun menjawab
kebingungan-kebingungan saya dengan tangkas. Sungguh beruntung saya mendapatkan
mentor seperti beliau. Selama libur Ramadan dan Idul Fitri, saya berinisiatif
membuat logbook belajar topik Beauty Care untuk mendokumentasikan
perjalanan belajar saya. Topik ini topik yang amat baru bagi saya, namun saya
sangat excited mempelajarinya.
Lalu
bagaimana perjalanan belajar bahasa Jerman saya?
Ausbeschraengkung atau karantina COVID-19
mengharuskan kursus intensif bahasa Jerman tak bisa berjalan melalui tatap muka
seperti biasanya. Saya bersyukur sebelum Ausbeschraengkung sudah sempat
meminjam beberapa buku dari perpustakaan. Namun konsistensi pun teruji di
situasi luar biasa ini. Kursus beralih via daring dimana didominasi oleh
pemberian tugas oleh guru untuk kemudian saya kerjakan dan kumpulkan.
Alhamdulillah, saya bersyukur guru saya bersedia mengoreksi dan menyerahkannya
kembali pada saya sehingga saya paham dimana saja letak kesalahan pemahaman
saya. Tapi saya kesulitan untuk memahami grammatik. Penjelasan di Youtube
pun saya coba akses. Untuk menjaga konsistensi diri, saya memutuskan untuk
rutin mengikuti kursus online via ZOOM yang diadakan oleh Integrationsfonds
setiap hari Senin s.d Jum’at jam 12.00-13.30 CEST. Konsekuensi tentu menyertai,
saya perlu mengkondisikan anak-anak dan rumah untuk kegiatan rutin ini. Syukur
alhamdulillah, suami dan anak-anak mendukung dan bersikap kooperatif.
Akhir Mei,
seiring dengan mulai berakhirnya Ausbeschraengkung, si sulung mulai
masuk sekolah, disusul dengan pemberitaan bahwa kursus intensif tatap muka pun
kembali berjalan. Ah, saya bahagia membacanya. Beberapa diantara teman sekelas
berharap diadakannya pengulangan kelas di semester depan, namun ternyata hal
tersebut tidak mungkin terjadi mengingat lembaga kursus kami dibiayai oleh
pemerintah dan perlu adanya perkembangan progresif. Kesempatan untuk ujian B1 OeIF
pun diupayakan untuk kami, dengan prediksi waktu pelaksanaan bulan Juli. Apa?
Bulan depan? Ya! Idealnya saya sudah mempersiapkannya sejak awal kursus, yaitu
di bulan Maret. Namun perlu saya akui bahwasanya durasi belajar saya selama pandemi
tak seintensif jika saat kursus berlangsung via tatap muka. Jujur, saya senang
belajar bahasa Jerman dan bersemangat menyambut ujian. Namun saya menyadari
bahwa saat ini saya perlu mengejar ketertinggalan agar siap menghadapi ujian dan
lulus dengan peningkatan pemahaman, bukan sekadar lulus secara angka.
Pasca liburan
selama dua pekan, kelas Bunda Cekatan kembali aktif dan melanjutkan program Mentorship.
Bu Septi memberikan materi seputar pembuatan tujuan, skala prioritas dan
rencana. Ah, galau pun melanda. Bukan perihal proses Mentorship-nya,
namun justru hal yang paling mendasar, yaitu pemilihan topik yang berpijak pada
prioritas utama. Terutama saat mendengar kalimat, „Momentum akan datang pada
orang yang konsisten menjalankannya, orang yang siap karena ia telah belajar
terus menerus“. Ya Allah, langkah apa yang sebaiknya saya lakukan? Mungkin ini
bawaan bakat maximizer yang memang cukup dominan dalam diri, yang membuat
diri selalu berupaya mengerjakan sesuatu dengan totalitas. Sekali lagi saya
membuka forum mentor, saya cari dengan kata kunci bahasa Jerman dan Deutsch.
Ada satu orang yang menawarkan diri menjadi mentor bahasa Jerman. Y a Allah...saya
lemas. Apa yang sebaiknya saya lakukan? Semalaman saya berpikir dan
berkonsultasi dengan suami. Suami pun mengingatkan bahwa setiap langkah selalu
diiringi dengan konsekuensi. Terutama mengingat di program Mentorship
ini langkah saya pun berkaitan dengan kepentingan orang lain, bukan hanya
kepentingan diri saya semata. Masih terasa ada yang mengganjal dan di sesi
diskusi dengan bu Septi, saya memberanikan diri untuk mengkonsultasikan hal
tersebut pada beliau. Beliau mengarahkan untuk kembali ke prioritas utama,
lebih baik mengulang dari pekan pertama program Mentorship daripada
mengubah peta belajar. Hmm…karena prioritas utama saya masih sama dengan di
tahap Telur, maka saya pun tak bisa mengubah peta belajar.
Keesokan harinya, saya berdiskusi kembali dengan suami.
Alhamdulillah beliau memberikan banyak insight dan sudut pandang yang
berbeda. Saya memberanikan diri untuk berkomunikasi dengan mentor dan
mengutarakan kegalauan saya. Bagaimana pun rida guru mengantarkan keberkahan
pada ilmu yang sedang saya pelajari. Hasil komunikasi hari pertama, saya tetap
lanjut Mentorship dengan beliau, tidak jadi beralih topik. Setelah
berkomunikasi dengan beliau, saya merasa jauh lebih tenang, sekalipun tidak
jadi berganti topik.
Di hari berikutnya, mentor menyampaikan hal yang tak saya
duga sama sekali. Beliau menyatakan dukungan pada saya, apapun langkah yang
saya ambil. Baik melanjutkan Mentorship dengan beliau maupun berganti
topik dan beralih ke mentor lain. Ya Allah, sungguh saya merasa, terselip
maksud Allah pada pesan yang beliau sampaikan pada saya, bahwa ada kesempatan
untuk bergerak pada prioritas utama. Maka kesempatan untuk perbaikan ini,
janganlah disia-siakan. Kemudian kami pun kembali berdiskusi hingga kemudian
bismillah, atas rida beliau, saya beralih topik Mentorship menjadi
bahasa Jerman. Terima kasih mbaaaa :”))
Saya pun bersegera mengejar ketertinggalan dengan mentor
bahasa Jerman dan meminta izin untuk memulai langkah dari awal, namun setelah
batas waktu pengumpulan jurnal pekan ketiga ini.
Dan berikut adalah tujuan, skala prioritas dan rencana saya
terkait dengan proses belajar bahasa Jerman.
Tujuan belajar Bahasa Jerman |
Prioritas utama sejak pembuatan Peta Belajar di tahap Telur |
Rencana Aksi untuk mencapai tujuan |
Bismillah, tujuan sudah ditetapkan, prioritas sudah dibuat
dan Allah beri jalan untuk kembali on track, rencana aksi sudah dibuat.
Maka, saatnya melepaskan, melakukan sebaik-baik ikhtiar dan tawakkal padaNya.
Wina, 9 Juni 2020
Comments
Post a Comment