Di pekan keempat program Mentorship ini, peserta diminta
untuk mengecek perkembangan proses yang telah berjalan selama tiga pekan ke
belakang. Bagi saya secara pribadi, yang baru memutuskan untuk berganti topik Mentorship,
tugas pekan ini adalah suatu kemudahan yang Allah berikan bagi saya yang
sedang dalam fase mengejar ketertinggalan.
Perjalanan bersama Mentee
Saya
berpasangan dengan dua mentee. Qodarullah satu mentee belum ada
kabar sejak pekan lalu. Saya sudah mencoba beberapa kali menghubungi via Facebook
Messenger namun belum ada balasan. Semoga beliau sehat dan dilancarkan
setiap urusanNya, aamiin. Khawatirkah saya pada beliau? Tentu, karenanya saya
coba terus sapa beliau. Namun saya perlu mengerem diri untuk tidak terus-terusn
menanyakan kabar atau bahkan kepo, saya harus ingat bahwa kapasitas saya
adalah sebagai pasangan dalam program Mentorship. Saya fokus di situ. Kondisi
ini saya refleksikan seperti halnya situasi dalam interaksi luring. Setiap
orang tidaklah sama. Ada orang ekstrovert yang saat mengalami tantangan,
dia cenderung berbagi cerita dan rasa, namun ada juga tipikal introvert
yang cenderung membutuhkan waktu menyendiri untuk menyelesaikan tantangannya.
Ada juga seorang ambivert yang ada masa dimana dia menyukai keramaian,
namun ada masanya juga dia perlu waktu menyendiri. Poin pentingnya adalah saya
perlu belajar bagaimana menyikapi orang lain dengan tepat, sesuai dengan
karakteristik uniknya.
Berikutnya,
cerita mengenai mentee kedua, mba Nurul. Komunikasi kami cukup intensif.
Di program Mentorship Adaptif ala Ibu Rantau ini, beliau mengambil
subtopik Manajemen Waktu untuk diasah selama program berlangsung mengingat
tantangan ibu rantau itu cukup kompleks. Di pekan ketiga lalu, beliau sudah
memberikan daftar tujuan, skala prioritas dan rencana aksi yang sudah beliau
canangkan. Maka di pekan ini kami sepakat menjalankan proses check in
dengan Video Call berdurasi sekitar satu jam.
Bagaimana prosesi check in bersama mentee kedua, mba Nurul?
Kenyamanan sudah cukup tercapai, karena mentee bisa
menjelaskan dengan jelas target spesifiknya dan apa yang ingin dipelajari
dengan difasilitasi mentor, yaitu mengenai manajemen waktu ibu rantau.
Pengetahuan mentee seputar teknik manajemen waktu seperti
ragam metode : heat map, pomodoro, kandang waktu, BigRocks sudah
beliau dapatkan saat berada di keluarga Manajemen Waktu pada tahap Ulat dulu. Manajemen waktu sebenarnya adalah keterampilan yang berkaitan dan saling melengkapi dengan
keterampilan manajemen lainnya, seperti manajemen diri dan manajemen emosi.
Sedangkan pola komunikasi yang paling beliau sukai dari
ragam bentuk yang biasa kami lakukan adalah melalui Video Call karena
berjalan efektif dua arah sehingga sekalipun singkat, bisa tepat sasaran.
Sedangkan jika chat, karena hanya berupa teks dan seringkali terjeda,
sehingga agak kesulitan mengikuti alurnya. Saya pun sepakat, namun memang tantangannya adalah mengkondisikan
lingkungan sekitar. Pun, jika Video Call selalu perlu direncanakan dulu
poin bahasannya sehingga berjalan ontrack dan tepat sasaran.
Beliau
merasa terbantu dengan adanya masukan dan saran saat pembuatan rencana aksi. Hal
ini penting untuk tipikal beliau yang menerapkan learning by doing. Dapat ilmu, langsung praktik dan
mengkonsultasikan hasil praktiknya. Saya ambil contoh, saat Video Call pekan
kedua, saya memperlihatkan pengaturan jadwal pekanan dan harian yang saya tulis
di buku agenda dan tempel di dinding rumah. Ini memberikan gambaran detail untuk
beliau, bagaimana menurunkan konsep manajemen waktu ke ranah teknis praktis. Di
Video Call untuk check in kemarin saya menunjukkan praktik
manajemen waktu dikombinasikan dengan manajemen diri, pencatatan yang baik. Dimana
selama proses check in, sembari kami berdiskusi saya mencatat poin-poin
penting di laptop. Sehingga begitu selesai Video Call saya bisa
membagikan catatan saya ke beliau dan segera beralih ke kegiatan saya berikutnya.
Kunci agar proses Mentorship berjalan efektif dan
efisien adalah fokus ke prioritas bahasan. Dan untuk poin ini, saya sebagai
mentor dan teman belajar, mengikuti kebutuhan belajar mentee. Mengingat
proses ini adalah sebuah bentuk praktik merdeka belajar, yang menempatkan mentee
sebagai pelaku aktif, bukan seorang pasif yang disuapi materi. Jadi mentee bergerak terlebih
dahulu, kemudian kami bahas bersama mengenai pergerakan tersebut. Di bagian
mana perlu diperbaiki, di bagian mana perlu ditajamkan. Saya pun berbagi
berbekal pengalaman dan hal yang sudah saya kerjakan seputar manajemen waktu di
rantau.
Kami sama-sama memprioritaskan program Mentorship ini,
saya pun masih terus mengasah keterampilan manajemen waktu. Dan kami perlu
saling mengingatkan untuk terus menjaga fokus agar bisa sampai tujuan bersama
dengan alokasi waktu yang pas. Tidak kurang, tidak juga berlebihan hingga
mengganggu keseimbangan peran.
Untuk proses, kami melakukan pengecekan pada action plan.
Apakah sudah menggunakan indikator SMART dalam penyusunannya? Apakah realistis
untuk dicapai dalam durasi waktu yang ditetapkan? Alhamdulillah penyusunan action
plan oleh mentee sudah SMART, saya memberikan masukan untuk
mendetailkan menjadi kandang waktu, dan ternyata sudah dijalankan namun tidak
dituliskan di action plan. Tak masalah, karena ada faktor privasi juga
di dalamnya. Maka, tak dituliskan pun tak apa, mentee cukup menceritakan
hasil kontemplasinya untuk bahan diskusi bersama.
Strategi ke depan adalah BERAKSI! Menjalankan action plan
yang sudah ditulis. Fokus pada
capaian sesuai deadline. Mentorship akan berjalan interaktif
sampai dengan Juli, sehingga perlu dioptimalkan dengan menggali informasi dan
aktif bertanya dalam kurun waktu tersebut. Pun mentor terus menjalankan coaching
dengan pertanyaan konstruktif. Sehingga waktu yang dialokasikan bisa
termanfaatkan dengan optimal. Dear mba Nurul, terima kasih telah bersedia
meluangkan waktu di hari Ahad atas kesepakatan kita bersama. Semoga proyek
Manajemen Waktu bareng Al Qur’an ala Ibu Domestik bisa berjalan optimal dan
saya bisa menjadi teman bertumbuh yang menguatkan ya.
Perjalanan
bersama Mentor
Karena saya
memutuskan putar balik dan berganti topik Mentorship di pekan ketiga
lalu, maka Video Call bersama mentor adalah Video Call pertama
kali kami, sehingga sekaliyan perkenalan lebih dekat, tanya-jawab mengenai strong
why saya dan banyak pertanyaan lainnya. Di pekan lalu kami sudah bertukar
profil, saya pun mengirimkan asesmen diri terkait topik bahasa Jerman dan deskripsi
tujuan, skala prioritas serta rencana aksi yang saya canangkan di program ini.
Selama Video Call saya banyak menjawab pertanyaan
dari mentor. Beliau aktif bertanya dan sudah menyiapkan banyak pertanyaan untuk
saya. MasyaAllah.
Dimulai dari bahasan kenyamanan, beliau bertanya bagaimana
pola belajar yang saya inginkan. Mengingat topik belajar kami adalah seputar
bahasa, maka kemungkinan akan ada sesi dimana mentor akan menjelaskan suatu topik
atau tema pada saya. Tentu saya menyambutnya dengan antusias. Agar berlangsung
efektif efisien, saya mengajukan untuk membuat daftar tema yang sedang saya
pelajari dan temui kesukaran di dalamnya, sebagai bahan ajar beliau pada saya.
Beliau secara terbuka menyampaikan bahwa prioritas beliau
saat ini adalah beradaptasi dengan situasi pandemi COVID-19 sehingga perhatian
terpusat pada hal tersebut. Saya sangat memahaminya. Tentu sangat tidak mudah,
terlebih di Indonesia situasi masih belum stabil, tak seperti di Wina saat ini.
Maka, saya mengajukan jadwal
sepekan ada dua kali pertemuan. Di hari Jum’at saya mengkonsultasikan kesulitan
yang saya temui selama belajar bahasa Jerman selama sepekan, dan di hari Senin
saya megumpulkan kemajuan belajar saya selama sepekan. Hayo Mesa, sepekan ini
kamu udah belajar apa aja untuk hal yang sedang kami prioritaskan saat ini?
*bicara dengan diri sendiri. Hahaha
Beliau pun
menanyakan, seberapa banyak waktu yang saya alokasikan dalam sehari untuk
belajar bahasa Jerman. Saya bercerita bahwa saya kursus luring 4x dalam
sepekan, daring 3x dalam sepekan dan mengikuti kelas percakapan 1x dalam
sepekan. Kalau mau jujur, sebenarnya ya, dengan situasi saya yang tinggal di
negara yang menggunakan bahasa Jerman dalam keseharian, saya seharusnya bisa menguasai bahasa Jerman
dengan cepat. Nah, tantangannya adalah, saya sering mengantuk jika membaca buku
atau menyimak penjelasan video. Saya suka belajar dengan cara berinteraksi
langsung dengan orang lain. Nah, saya minta tips trik dari beliau untuk
menaklukkan keengganan dalam belajar melalui membaca buku.
Di akhir, beliau menanyakan apa tujuan akhir saya yang ingin
saya capai di program Mentorship ini. Karena program ini berlangsung sampai dengan Juli, target realistis saya
adalah lulus OeIF B1 Pruefung dengan nilai optimal dan pemahaman yang matang. Bismillah,
semoga Allah ridai setiap jengkal langkah ini.
Ah iya,
satu insight lagi. Teknis pengerjaan tugas pekan ini Allah juga berikan
kesempatan pada saya untuk menata fokus dan menyiasati tantangan seputar waktu.
Jadi, waktu yang saya dan mentor sepakati untuk melakukan video call adalah
jam 14.00 CEST. Skenario awal, saya akan menjemput si sulung lebih awal, yaitu
pada jam 13.00 CEST (biasanya jam 14.00 CEST) baru kemudian mengantar si sulung
ke rumah dan berangkat untuk memenuhi termin dengan sebuah pihak di jam 14.45
CEST. Sehingga pada jam 14.00 CEST, saya bisa video call dengan mentor dengan
kondisi duduk manis kondusif mencatat hingga 14.40 CEST, belajar menerapkan
adab terhadap ilmu. Namun ternyata skenario tak berjalan mulus. Ada hal di rumah yang mengharuskan
saya baru bisa berangkat menjemput si sulung jam 13.30 CEST. Sehingga video
call dengan mentor dilakukan dalam perjalanan, di dalam bus, lanjut jalan
kaki, berpindah naik kereta dan berjalan kaki kembali hingga tiba di tempat
yang saya tuju. Diskusi dengan mentor pun berakhir tepat jam 14.45 CEST dan
ternyata panduan awal yang diberikan tim Bunda Cekatan yang sudah saya tuliskan
meski belepotan, sangat membantu untuk menjaga alur diskusi bersama mentor
selama kurang lebih 35 menit. MasyaAllah, benar adanya, perencanaan memang
sedemikian pentingnya.
Alhamdulillah,
prosesi check in ini sangat bermanfaat untuk belajar mendengarkan dan
menyampaikan perasaan, menyamakan frekuensi dan siap mengayun langkah bersama
di tahap berikutnya.
Wina, 16
Juni 2020
Comments
Post a Comment