Bagaimana rasanya saat kita sudah
beberapa pekan berdiam diri di rumah, kemudian kembali keluar rumah, kembali merasakan
semilir angin dan menikmati hangatnya sinar matahari? Rasa syukur dan gembira
tentu menyelimuti. Namun, ada juga rasa kagok yang dirasakan, bukan?
Beberapa hari lalu, saat
pemerintah kota Austria mengumumkan bahwa masa lockdown sudah berakhir, kami
sekeluarga mengungkapkan rasa syukur dengan berjalan kaki ke taman. Saya juga
kembali berbelanja ke toko Asia dan India, sebuah hal yang tidak saya lakukan
selama lockdown karena untuk menuju ke sana harus menggunakan alat
transportasi umum. Ya, selama lockdown saya hanya berbelanja di
toko-toko yang cukup dekat, yang jaraknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki.
Sungguh semakin terasa sebagai sebuah karunia yang amat besar. Alhamdulillah.
Apa kaitannya dengan kelas Bunda Cekatan? Perasaan senada saya rasakan saat
memasuki pekan pertama tahap Kupu-Kupu di ini. Setelah
selama satu bulan berproses di tahap Kepompong yang sunyi, hingga saya merasa
sangat nyaman dan bisa fokus mengerjakan tantangan 30 hari dan puasa menuju
cekatan dan terampil berbahasa Jerman, di tahap Kupu-Kupu ini kami kembali
bergerak dalam keramaian. Sebuah tantangan baru menanti, menjalankan program Mentorship
via Facebook. Wah, sebuah tantangan menarik!
Program Mentorship ini
belum pernah saya ketahui dan coba sebelumnya. Bagaimana aturan mainnya, sama
sekali belum saya ketahui. Ditambah lagi bahasa pengantar pada aplikasi
Facebook di smartphone saya adalah bahasa Jerman, tidak lain adalah
karena saya menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa pengantar di smartphone.
MasyaAllah, semesta mendukung! Bagaimana tidak, setelah saya memutuskan
untuk menjalankan proyek Mama lernt Deutsch pada peta belajar di kelas
Bunda Cekatan, banyak kejadian tak terduga yang “memaksa” saya untuk belajar
bahasa Jerman dengan sungguh-sungguh. Mulai dari lockdown karena COVID-19 yang membuat kursus intensif offline berpindah via online sehingga saya harus kuat memegang prinsip "ojo kalah karo wegah" dan mengendalikan diri dari distraksi sehingga tetap on track belajar mandiri dengan strategi baru, dan kali ini dihadapkan untuk belajar memahami hal baru dengan deskripsi bahasa Jerman. Ya, saya memilih untuk tidak mengganti bahasa pengantar untuk dapat memahami teknis Mentorship.
Pada program Mentorship ini,
setiap mahasiswi diminta untuk menjalankan peran sebagai mentor dan mentee. Dalam waktu yang bersamaan, dalam topik yang berbeda, menjalankan dua peran sekaligus. Merasakan bagaimana rasanya
membimbing dan dibimbing. Proses ini penting, karena dengan merasakan langsung,
kita dapat mengolah rasa dalam diri. Sehingga kelak bisa memposisikan diri
dengan tepat dan semakin paham mengenai adab menuntut ilmu. Dengan menjadi mentee,
kita mendapat kesempatan untuk mengasah keterampilan diri di bidang yang
belum kita kuasai, langsung pada seseorang yang sudah ahli atau berpengalaman
di bidang tersebut. Dengan menjadi mentor, kita mendapat kesempatan untuk
memfasilitasi seseorang untuk mengasah keterampilan di bidang yang kita sudah
lebih awal berkecimpung di dalamnya. Sebuah lingkaran yang saling menguatkan,
bukan?
Saya akui bahwa peta belajar yang saya buat di
tahap telur sangatlah spesifik. Sengaja demikian memang, agar tuntas bersamaan
dengan berakhirnya kelas Bunda Cekatan. Jika sudah tuntas, bisa saya tambahkan
cabang bidang belajar yang berikutnya. Mengapa saya buat strategi demikian? Karena bakat dominan saya adalah input yang mana secara alami mudah menyerap informasi dari luar. Jika tidak dibatasi, kekuatan ini akan membuat saya overload dalam menerima informasi. Sehingga membuat peta belajar yang spesifik merupakan sebuah strategi untuk mengoptimalkan bakat tersebut. Nah, di peta belajar tersebut, cakupan
bidang yang sedang saya pelajari adalah bahasa Jerman. Pada tahap ini, rasanya
sulit untuk mendapatkan mentor bahasa Jerman. Dan di sisi lain, saya pun sedang
mengikuti kursus intensif B1 bahasa Jerman dan kelas online ÖIF (Österreichische
Integrationsfonds) yang membutuhkan alokasi waktu belajar per harinya sekitar tiga jam.
Saya pun menyimak tema kelas-kelas online
yang belakangan ini saya ikuti. Perhatian saya tertuju pada kelas Self Care. Saya sangat menikmati pembelajaran di topik ini, dan saya merasa perlu
melanjutkannya. Saya ingin melanjutkan untuk mendalami topik ini, namun ternyata narasumber materi Self Care di kelas yang saya ikuti sebelumnya tidak membuka kelas Self Care dalam Mentorship kali ini. Tak apa, artinya belum berjodoh. Topik apa yang tepat untuk menjadi bahan belajar lanjutan mengenai Self Care? Saya berpikir sembari mencari di forum. Saat mencari mentor di fitur Mentorship grup kelas Bunda
Cekatan, saya langsung “klik” dengan mba Setio Rini. Beliau mengajukan
diri menjadi mentor di topik Beauty Care. Aha! Ini yang sedang saya
butuhkan. Topik ini juga klop dengan obrolan saya dan suami beberapa waktu lalu.
Bersegera saya menghubungi beliau, mengajukan diri menjadi mentee. Alhamdulillah
lamaran diterima. Kami pun
berkenalan satu sama lain dan mengkomunikasikan jam online. Berikut
profil mentor saya :
Membaca profil beliau, saya merasakan Allah mempertemukan saya dengan orang yang tepat, serasa mendapatkan kakak mentor belajar. Obrolan pun mengalir asyik, seperti sudah mengenal lama. Benarlah adanya, ketika kita berada dalam sebuah komunitas belajar dari diikat oleh kesamaan value, maka "klik"nya pun cepat. Di pekan ini beliau mengajukan
pertanyaan awalan seperti definisi cantik versi saya juga strong why
saya menjalankan proyek dalam topik Beauty Care ini.
Jadi selama program Mentorship ini, saya akan belajar mengenai Beauty Care from Heart. Bagaimana menghadirkan kecantikan baik dengan merawat mental maupun fisik diri. Hmm…kalau boleh jujur, pengambilan topik ini cukup membuat saya bergerak keluar dari zona nyaman saya. Dan saya tertantang untuk mencoba hal baru yang menjadi kebutuhan belajar saya saat ini. Mba Rini, mohon bimbingannya yo mbaaa…
Jadi selama program Mentorship ini, saya akan belajar mengenai Beauty Care from Heart. Bagaimana menghadirkan kecantikan baik dengan merawat mental maupun fisik diri. Hmm…kalau boleh jujur, pengambilan topik ini cukup membuat saya bergerak keluar dari zona nyaman saya. Dan saya tertantang untuk mencoba hal baru yang menjadi kebutuhan belajar saya saat ini. Mba Rini, mohon bimbingannya yo mbaaa…
Selanjutnya, terkait mentee. Di
program ini saya mengajukan diri menjadi mentor dengan topik “Adaptif ala Ibu
Rantau”. Mengapa? Karena selama tiga bulan belakangan saya berjibaku menaklukkan tantangan tersebut. Merujuk dari tiga tahun silam saat saya mempersiapkan aneka dokumen
kebutuhan untuk bisa mengikuti suami merantau, mencari informasi seputar calon
negara tempat tinggal dan menjalani proses adaptasi termasuk belajar bahasa
Jerman. Dari yang rasanya serba tak tahu apa-apa, kemudian secara perlahan Allah bukakan satu demi satu jalan, melaui skenarioNya Allah perkenalkan dengan satu demi satu orang. Berproses salah dan gagal berulang kali. Deg-degan setiap menjajal hal baru dan memasuki forum belajar baru. Menepis rasa malu, membekali diri dengan mencari informasi detail sebelum melangkah. Proses adaptasi memang tidak mudah, dan kesiapan yang matang serta
adanya teman sebagai tempat bertanya sangat membantu kelancaran prosesnya. Semoga bisa menjadi teman berbagi
untuk teman-teman yang akan atau sedang dalam kondisi serupa.
Saya menerima dua mentee. Saya batasi jumlah mentee sesuai kesanggupan diri dan alokasi waktu yang dimiliki saat ini. Maka ada calon mentee yang saya tak sanggupi permintaannya. Namun insyaAllah beliau juga sudah menemukan mentor yang beliau butuhkan. Siapakah dua orang mentee tersebut? Seorang adalah
teman dekat sejak berada di IP regional Jombang. Beliau menghubungi sejak hari pertama Bu Septi menyampaikan materi. Bahkan di saat saya belum memutuskan akan mengajukan diri sebagai mentor dalam bidang apa. Beliau merantau ke kota lain
dan membutuhkan teman berbagi untuk proses adaptasinya. Seorang lagi adalah
seorang yang berencana untuk merantau ke luar negeri juga untuk mendampingi
suami beliau studi lanjut. Kami berkenalan kemudian saya pun menyimak tujuan
dan target yang para mentee tetapkan selama tahap Kupu-Kupu ini.
Sehingga saya bisa menyesuaikan dan menelaah, kebutuhan apa saja dari para mentee
yang bisa saya fasilitasi untuk mendukung tercapainya target beliau berdua.
Dan karena saya juga mengambil peran sebagai
Ketua HIMA regional, maka saya pun terlibat diskusi di WAG Ketua HIMA dan
bertuga menyampaikan informasi pada para member Bunda Cekatan regional. Teknis
seputar mentor dan mentee membutuhkan alokasi waktu yang cukup besar di
beberapa hari ini. Baik untuk memahami apa yang disampaikan oleh fasilitator, menerjemahkannya ke dalam ranah teknis, hingga menyampaikannya pada teman-teman Bunda Cekatan regional. Terlibat aktif berdiskusi di WAG Ketua HIMA menjadi sebuah
langkah solusi untuk mengkonfirmasi pemahaman yang saya serap dari informasi
lisan dan tulisan yang disampaikan fasilitator sehingga pemahaman saya clear
dan bisa menyampaikan kembali ke teman-teman regional dengan utuh dan yakin.
Saya pun belajar praktik komunikasi produktif via online di pekan ini.
Menginterpretasikan maksud tersirat dan menyampaikannya dengan bahasa teknis
yang jelas. Tantangan yang mengiringi adalah manajemen waktu. Rangkaian hal diatas tentu membutuhkan perhatian, fokus dan alokasi waktu. Maka saya perlu membagi langkah menjadi beberapa tahapan dan kandang waktu. Dalam durasi waktu sepekan, kapan saya harus memahami arahan atau instruksi yang diberikan, kapan saya harus sudah membagikan arahan tersebut kepada teman-teman, kapan saya perlu melakukan clear and clarify atas pemahaman saya, kapan saya harus menjalankan peran sebagai mentor dan mentee, kapan saya harus mulai membuat rencana aksi terkait proyek sebagai mentor dan mentee ini juga kapan mengalokasi waktu untuk menuliskan jurnal. Sepaket tantangan yang memicu adrenalin. Fokus, jaga keseimbangan dan senantiasa memohon petunjukNya! Bismillah.
Semoga Allah mudahkan langkah menuju
pekan-pekan penuh kejutan berikutnya. Aamiin.
Comments
Post a Comment