Hari ini
saya membaca buku anak tanpa anak-anak. Siang hari ini saya tidur siang di saat
suami dan anak-anak beberes rumah, saat saya bangun rumah sudah dalam keadaan
rapi dan anak-anak bersiap menonton film sebagai bentuk apresiasi suami pada
mereka. Karenanya, mereka memilih menonton film saat saya mengajak
membacakan buku. Tak apa, momennya memang sedang tidak pas. Jadilah saya
membaca buku sendirian hari ini.
Buku anak
yang saya ambil berjudul “Die Muellabfuhr”. Selain untuk memahami bahasa
Jerman, juga untuk menambah referensi bahan tulisan yang sedang saya kerjakan
mengenai pengelolaan sampah di kota Wina.
Apa isi buku ini?
Buku ini
ditujukan untuk anak usia 2 s.d. 4 tahun. Jika dibandingkan dengan buku-buku
anak yang sebelum-sebelumnya, yang ditujukan untuk anak usia 4 s.d. 7 tahun,
memang bahasa yang digunakan lebih sederhana dan lebih mudah dimengerti.
Buku ini
menceritakan bagaimana seorang Muellarbeiter (petugas pengangkut sampah)
menjalani hari mereka. Datang pagi hari dan mengenakan seragam yang menjadi
ciri khas mereka, kemudian beraksi mengelilingi kota untuk mengosongkan tempat
sampah-tempat sampah penduduk. Dijelaskan pula aneka rupa kendaraan penjaga
kebersihan kota. Juga kemana sampah-sampah dari rumah-rumah penduduk itu
bermuara. Sekalipun setiap sampah bisa dikelola, baik didaur ulang maupun
dikonversi menjadi energi, namun proses pengelolaannya tentu membutuhkan energi
yang tak sedikit. Sehingga akan sangat baik jika setiap manusia bisa mengurangi
sampah dari rumah masing-masing.
Grammatik
yang teramati di bacaan kali ini adalah bentuk Passiv seperti :
Wenn die Tonnen voll sind, muessen sie geleert werden.
Penggunaan
dafuer sebagai berikut :
Die festen Handschuhe sorgen dafuer, dass die Muellmaenner sich nicht verletzen.
Juga
infinitiv mit –zu :
Deshalb ist es wichtig die unterschiedlichen Abfaelle zu trennen und sie wieder zu verwenden.
Di hari
ke-19 ini saya merasakan kebiasaan baik yang diupayakan akan membangun
kesadaran belajar diri dan mengingat strong why kita menjalankan proyek
ini.Tak dipungkiri di awal muncul rasa malas, namun lambat laun rasa malas itu
pun semakin berkurang. Suatu hal yang terlihat sederhana, ternyata menjadi
tak lagi terasa sederhana jika kita ingin menjadikannya sebagai sebuah
kebiasaan baru. Banyak alasan untuk menghindar dan melewatkannya, sesederhana
apapun hal tersebut. Misalnya, saat ada deadline tugas lain,
saya merasa tak ada celah waktu untuk mengerjakan tantangan 30 hari. Maka
saatnya berkontemplasi : Bukankah proyek tantangan ini sengaja berupa membacakan
buku yang mana termasuk dalam proses home education yang lebih mendesak daripada pengerjaan tugas
produktivitas? Bukan sekadar tantangan.Maka, kesalahan ada pada manajemen diri
dan waktu yang kurang optimal. Solusinya bukan skip tugas tapi perbaikan
manajemen diri. Maka jika sudah Allah sampaikan di titik ini, terus melaju
lillahi ta’ala. Sekaligus sebagai momen menempa diri menyambut Ramadan.
InsyaAllah.
Comments
Post a Comment