Di tahap kepompong ini, selain melatih konsistensi untuk
cekatan dalam bidang yang ditekuni dengan menjalankan tantangan 30 hari,
peserta juga ditantang untuk berpuasa. Ya, berpuasa dari faktor-faktor
pengganggu yang kerap muncul dalam keseharian
diri sehingga menghambat proses belajar kita menuju cekatan.
Di pekan pertama ini, puasa yang ingin saya latihkan pada
diri adalah mengelola emosi. Saya menyadari bahwa dahulu saya adalah seorang
yang amat sensitif, juga senantiasa mengedepankan asumsi dan prasangka. Jika dibandingkan dengan kondisi
saat ini, hal tersebut sudah sangat jauh berkurang. Namun tantangan terkait
emosi yang seringkali saya alami adalah mudah terbawa suasana lingkungan (Dan
ini juga sudah terkonfirmasi di hasil asesmen Talents Mapping). Selama sepekan
ini saya ingin melatih diri untuk banyak bersikap asertif. Selama menjalankan
puasa, ada tantangan berupa kondisi badan yang kurang fit. Sekalipun demikian,
ada beberapa agenda yang tetap harus dijalankan seperti biasa. Kondisi tidak
ideal ini ternyata membuat saya berharap pada lingkungan sekitar untuk
memberikan bantuan dan dukungan. Selain itu, saya menemukan ketidak seimbangan
karena membuat to do list harian yang begitu banyak dan lupa menyesuaikan bahwa
saya menjalankan hari dengan kondisi kurang prima. Sehingga saat target
banyak yang tak terpenuhi, emosi menjadi labil dan ingin marah pada orang lain,
terutama anak-anak.
Perlahan saya menyadari bahwa Allah sedang mengingatkan saya
dengan kondisi tersebut. Ada
hal yang memang harus ditunda sejenak dan fokus pada kesembuhan diri. Tidak
memaksakan kehendak pada orang lain dan tetap menunaikan hak orang lain
sekemampuan diri.
Berikut
perolehan badge yang saya akumulasikan dari hari pertama hingga hari kesepuluh
:
Di hari pertama hingga ketiga, emosi saya labil dalam durasi
yang pendek. Semisal di awal hari saat mendapati rumah berantakan, atau di sore
hari saat anak mengeluarkan semua mainan. Puncak kegagalan ada di hari keempat
dan kelima, saat itu kondisi badan saya lemah. Ingin rasanya seharian
beristirahat di kasur namun tak memungkinkan. Hingga akhirnya di hari Rabu saya
memutuskan untuk menghubungi Hausarzt dan saya diminta untuk datang langsung
untuk diperiksa. Di hari Rabu saya periksa dan mendapatkan obat penghilang
nyeri dan antibiotik. Badan yang perlahan membaik diikuti dengan mood
yang juga membaik. Pelan-pelan
saya kembali bisa berpikir jernih dan menjalankan komunikasi produktif. Hingga
tren kestabilan emosi di hari keenam hingga hari kesepuluh pun terus meningkat.
Alhamdulillah.
Comments
Post a Comment