Dua bulan sudah saya menjalankan proses belajar di tahap
Ulat. Sebelum mengalirkan rasa, saya kembali membaca jurnal demi jurnal yang
saya tulis di setiap pekannya.
Jurnal kedelapan : http://www.griyariset.com/2020/03/bertemu-buddy-dan-belajar-mengasah.html
Poin-poin pembelajaran yang saya
serap selama tahap Ulat ini antara lain :
Buatlah peta belajar dengan
penuh kesungguhan. Jika tidak, maka kau akan goyah dan hanya mengikuti langkah
kebanyakan orang.
Proses mengidentifikasi kebutuhan
belajar diri tidaklah mudah. Apalagi jika tantangan yang sedang kita hadapi
spesifik dan tidak seperti kebanyakan orang. Di awal pembuatan peta belajar,
saat saya menetapkan proyek Mama lernt Deutsch sebagai poin
utama, saya sudah menyadari bahwa jalan saya akan berbeda. Namun karena saya
menyadari dan yakin bahwa itu adalah kebutuhan genting saya saat ini maka,
pasang kacamata kuda dan terus bergerak.
Menjelajah di hutan pengetahuan
berbekal peta belajar. Amati keadaan dan pasang strategi untuk memenuhi
kebutuhan diri.
Tujuan menjelajah hutan
pengetahuan adalah untuk mencari makanan utama, menemukan pengetahuan yang
sesuai dengan kebutuhan diri kita. Maka, jika sedari awal kita menyadari bahwa
kebutuhan belajar diri kita sangat spesifik dan langka, maka sewajarnya alokasi
waktu kita didominasi untuk berbelanja dan memasak masakan kita sendiri agar
kita tidak kelaparan. Setelah kenyang dan kebutuhan tercukupi, barulah
menjelajah hutan pengetahuan untuk menemukan camilan-camilan pendukung. Nah, di
fase ini, godaan untuk menyaksikan Go Live keluarga lain, ajakan untuk masuk ke
keluarga lain sungguh sangat besar. Belum lagi amanah yang saya emban sebagai
ketua HIMA regional, membuat saya berinteraksi tidak hanya di WAG HIMA regional
dan WAG Keluarga tapi juga WAG Ketua HIMA yang mana informasi dari seluruh
regional berseliweran dan perlu saya olah mana yang berkaitan dengan peran
ketua HIMA, mana yang perlu diteruskan ke HIMA regional dan mana yang tak perlu
saya tindak lanjuti. Tak hanya action di WhatsApp, tapi juga di
pikiran agar tak berujung monkey mind.
Berbagi pengalaman belajar.
Menyusun rekam jejak belajar, mendiskusikan bersama dan membagikannya mewakili
keluarga.
Bertemu teman seperjalanan yang
memiliki kebutuhan belajar di bidang yang sama, menguatkan langkah untuk terus
bergerak. Setiap keluarga berkesempatan berbagi pengalaman. Dengan kearifan
lokal berupa keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga yang sedikit,
keluarga bahasa berdiskusi secara sistematis dan segala keputusan diambil
secara musyawarah mufakat. Menjadi perwakilan keluarga menjadi sebuah amanah
tersendiri bahwa saya perlu menyampaikan bukan hanya pengalaman belajar diri
sendiri namun juga pengalaman anggota keluarga lain. Karenanya saya membuat
sebuah mindmap untuk memudahkan presentasi Go Live.
Melatih empati dengan mendengarkan
sepenuh hati dan berupaya meluaskan sudut pandang.
Menjadi ketua HIMA regional dengan
member yang berasal dari berbagai negara dengan bermacam kondisi secara tidak
langsung merupakan fasilitas yang Allah berikan untuk melembutkan hati saya. Saat
orang lain bercerita bahwa ada mahasiswi yang deadliner, di waktu yang
sama saya mendapatkan cerita bahwa ada member regional saya yang mengalami
kondisi sulit, yaitu sedang menjalani masa orientasi di kampus sebagai
mahasiswa S3 – suami sedang pulang ke Indonesia selama sebulan – anak keempatnya
harus opname di rumah sakit, secara bersamaan. Laa hawla walaa quwwata illa
billah. Sungguh saya merasa malu
jika tak mengoptimalkan potensi diri dan kesempatan yang Allah berikan.
Sebagai ketua HIMA regional,
seringkali saya membaca jurnal setiap member regional. Tidak selalu memang,
tapi sering. Saya merasa bertanggungjawab untuk mengetahui kondisi terkini para
member untuk dapat memberikan feedback dan perhatian yang tepat secara personal.
Semisal ada seorang mahasiswi yang belum mengerjakan tugas, jika saya tak
mengetahui kondisi beliau maka saya tinggal mengingatkan saja secara tegas. Namun
jika saya mengetahui kondisi beliau yang siapa tahu sedang sulit, misalnya sedang
menjelang ujian disertasi, atau suami sedang sakit, atau anaknya sedang
memerlukan terapi intensif, maka saya bisa berperan sebagai pendengar yang baik
untuk meringankan beban yang sedang dirasakannya. Bahkan di pekan kali ini,
saya mendengar aliran rasa member yang berupa audio. Sedikit saya tahu kondisi
beliau, sungguh bukan hal yang mudah menjalankan multi peran yang sedang
diembannya. Keluarga dan kelas Bunda Cekatan menjadi support system
beliau untuk senantiasa menjadi ibu terbaik bagi keluarganya. Ah, sungguh
mengharukan. Dan saya yakin, dengan bergandengan tangan, kita akan saling
menguatkan sekalipun menghadapi tantangan yang berbeda rupa. Ibu, kau bisa
menaklukkan tantangan dengan bahagia!
Belajar memposisikan diri. Siap
memimpin dan dipimpin. Juga siap mendengarkan dan taat pada nasihat pemimpin.
Mengemban peran amanah terutama di
posisi puncak, seringkali mengharuskan kita menjadi pusat perhatian juga
pemegang kendali dan keputusan. Secara pribadi, saya merasa perlu
menyeimbangkan keterampilan memimpin dan dipimpin dengan seimbang. Selama
belajar di kelas Bunda Cekatan ini saya banyak berdiskusi dengan suami dan
anak-anak. Tak jarang suami mengingatkan jika saya melanggar gadget hours,
seringkali anak-anak jadi alarm alam saat mata saya tertuju pada gawai
terus menerus baik itu untuk menulis jurnal, memoderatori diskusi, menyimak update
informasi dari pusat atau kebutuhan lainnya. Peringatan itu tanda sayang,
menerima nasihat adalah indikator kesediaan untuk dipimpin. Dan kesediaan untuk
dipimpin akan melahirkan kepemimpinan yang bijak dan sarat empati.
Terimakasih Institut Ibu
Profesional. Kini saya siap menjalankan tahap kepompong. Teruntuk para
mahasiswi Bunda Cekatan, terima kasih telah bersedia menjadi teman seperjalanan.
Mari tepuk pundak bersama dan merayakan keberhasilan kita sampai di tahap ini.
Ibu, engkau hebat!
Wina, 17 Maret 2020
Comments
Post a Comment