Setelah kenyang memakan Apel di
Kebun Apel, berbagi dan mendapatkan daun renyah yang disukai di pohon
masing-masing, perjalanan si Ulat sampai di Hutan Pinus. Di Hutan Pinus ini si
Ulat akan berkemah, menyalakan api unggun, memasang tenda dan saling berkunjung ke
teman-teman peserta Camping. Sembari itu, si Ulat tetap bergerak mencari
makanan utamanya, baik menikmati dedaunan yang sudah tersedia di pohonnya
ataupun mencari daun yang dibutuhkannya sendiri sebagai makanan spesifik yang
memenuhi kebutuhannya. Kurang lebih inilah analogi yang saya tangkap dari
dongeng yang disampaikan bu Septi di sesi diskusi. Menyimak cerita dan terlibat
aktif dalam sebuah gamifikasi memang selalu menyenangkan. Analogi yang
digunakan membuat tahapan belajar tervisualisasikan jelas sehingga semakin
mudah dipahami dan menantang untuk segera dikerjakan.
Bagaimana saya menjalankan prosesnya?
Saat sesi live diskusi,
saya tidak bisa menyimaknya. Jam diskusi bersamaan dengan jam pulang sekolah si
sulung dan berlanjut dengan agenda mendatangi rumah teman untuk bermain
bersama. Saya baru bisa menyimak keesokan harinya. Di hari Jum’at saya mulai
dengan mendengarkan siaran ulang diskusi untuk dapat memahami apa saja yang
harus saya lakukan untuk memenuhi penulisan jurnal pekan ini. Bersamaan dengan
ini mulai berdatangan sapaan hangat dari teman-teman. Bagi saya, memahami
sebuah tugas secara utuh adalah hal penting sebelum memulai langkah teknis yang
sekaligus membuat saya bisa mengkaitkannya dengan pembelajaran sebelumnya untuk
menemukan konsep secara keseluruhan. Setelah menyimak diskusi, saya membuat
alur langkah yang harus saya lakukan. Kurang lebih demikian :
- Membuat daftar nama teman yang perlu diwawancarai selama camping ground
- Menyusun daftar pertanyaan yang diajukan ke teman
- Mengumpulkan data
- Mengolah hasil wawancara dalam bentuk diagram
- Menulis jurnal
Yang pertama tercantum dalam
daftar nama teman yang perlu diwawancarai adalah teman-teman mahasiswi Bunda
Cekatan HIMA IIP Efrimenia (Non Asia). “Apakah saya belum mengenal mereka?”
Tentu sudah, namun ada pertanyaan lanjutan, yaitu “Seberapa dekat saya mengenal
mereka?” Mereka adalah sosok-sosok yang berada di lingkaran pertama atau
terdekat saya saat ini di komunitas ini. Saya merasa ini merupakan kesempatan
untuk mengenal teman-teman terdekat dengan lebih dekat, menyapa teman-teman
secara personal dan menguatkan ikatan emosional sekalipun kami belum
pernah bertatap muka karena berada di wilayah yang berbeda negara bahkan benua.
Setelah itu, saya menghubungi teman-teman secara acak, juga membalas perkenalan
dan sapaan teman-teman pada saya.
Layaknya proses Masa Orientasi
Sekolah, kami saling bertukar dan mengumpulkan data antar mahasiswa. Bergerak
kesana-kemari untuk berkenalan dan saling menyapa. Secara garis besar, saya
mulai menyapa teman-teman terutama mahasiswi Bunda Cekatan HIMA IIP Efrimenia
di hari Jum’at siang usai menyimak sesi diskusi sekaligus menyiapkan template
pertanyaan untuk kenalan-kenalan dan template perkenalan diri yang
tepat tujuan (mencakup kelas favorit dan alasannya serta kebahagiaan berada di
kelas tersebut). Di hari Jum’at sebelum Shubuh, saya mengalokasikan waktu untuk
menjawab sapaan, membalas perkenalan dan mencatat setiap data yang masuk.
Sengaja tak saya gunakan google form karena saya menyukai interaksi
intensif, memfasilitasi bakat relator saya yang termasuk kekuatan dominan.
Proses pengumpulan data berlanjut kembali di hari Senin dan Selasa. Satu hal yang
saya lakukan selama proses ini adalah membuka chat obrolan dari gawai
sembari menghadap ke laptop untuk sekaligus melakukan pengumpulan data.
Berikut data hasil survey saya di
Camping Ground pada 47 teman di kelas Bunda Cekatan :
Data Hasil Survey 47 Peserta Kelas Bunda Cekatan |
Data lengkap hasil survey dapat
disimak di file berikut.
Dan berikut diagram hasil survey
kelas favoritnya :
Diagram Hasil Survey Kelas Favorit 47 Peserta Kelas Bunda Cekatan |
Apa saja yang saya temukan?
Kejujuran dan keterbukaan teman-teman dalam berinteraksi.
Saya menyukai proses menjalin
relasi ini karena saya memiliki kesempatan untuk mendengar lebih banyak. Pada
kenyataannya, tidak semua teman yang saya jumpai mengalami rasa bahagia. Ada
yang merasa kurang bahagia karena merasa riweuh dan tidak punya cukup
waktu untuk mengerjakan tantangan kali ini. Saya berempati dan amat memahami
kondisi ini. Memang perlu alokasi waktu khusus untuk membangun jejaring
pertemanan pada tantangan kali ini. Dan ada yang tidak bisa mengalokasi
waktunya karena keterbatasan kondisi. Selama perjalanan, saya menemui beberapa
teman yang menghadapi ujian. Ada teman yang di pekan ini diuji dengan
meninggalnya orangtua sehingga dalam kondisi berduka, ada yang menjalankan
multi peran sebagai student mom di negara asing dan alokasi waktu untuk
kelas Bunda Cekatan sangat sempit, ada juga
yang diuji dengan sakitnya anggota keluarga. Dari kondisi yang saya
temui ini saya mencoba membantu beberapa diantaranya dengan memberikan ringkasan
sesi diskusi sehingga mereka paham tugas dalam waktu singkat.
Mendapat banyak kejutan! Hal baru yang tidak terbayangkan sebelumnya.
Lingkaran pertemanan menjadi
meluas. Di sesi ini saya banyak mengenal orang-orang baru dan terinspirasi dari
mereka. Ada seorang teman yang berusia menjelang 50 tahun dan amat bersemangat
menjalani setiap tantangan di kelas Bunda Cekatan ini. Dari beliau saya belajar
mengenai kegigihan. Dari sesi ini saya juga bertemu kenalan yang kemudian
bercerita kalau beliau dulu memiliki minat tinggi pada bahasa namun tidak
didukung orangtua namun kini beliau sedang menggeluti hal yang dibutuhkannya
dengan bahagia. Bertemu dengan teman yang menjalani profesi yang sama dengan
yang saya geluti saat ini, pengelola Taman Pendidikan Al Qur’an sehingga bisa sekaligus
belanja ide program ke depan. Bahkan bertemu dengan kenalan baru yang ternyata
adalah saudara dari teman belajar di negara ini.
Sensasi proses ini mengingatkan
saya pada situasi yang saya rasakan saat mengikuti workshop atau camp
saat di Indonesia. Bertemu dengan orang-orang baru, yang bisa jadi berbeda
selera dengan kita tapi ada hal menarik yang bisa menjadi inspirasi dan transfer energi positif satu sama lain. Proses
ini mengingatkan saya akan pentingnya menjalin dan menjaga tali silaturahim antar
manusia.
Pembelajaran apa saja yang saya dapatkan?
Manajemen waktu dalam berjejaring
Di sesi diskusi, bu Septi sempat
mengingatkan akan pentingnya manajemen waktu di camping kali ini. Saya
jadi teringat kebiasaan bu Septi dan pak Dodik setiap kali saya mengikuti acara
yang mengundang beliau berdua sebagai narasumber. Selepas acara bu Septi tentu
saja diserbu peserta dan panitia untuk berkonsultasi. Bu Septi selalu menyambut
dengan mata berbinar. Namun kemudian, suara pak Dodik mengingatkan, “Sepuluh
menit lagi ya Bunda”. Atau saat mengobrol bu Septi menyampaikan pada peserta, “Saya
ada waktu hanya sampai lima belas menit ke depan ya. Setelahnya, saya harus masuk
ke kamar untuk beristirahat. Sudah diwanti-wanti pak Dodik.” Pembelajaran yang
saya dapatkan adalah, setiap kegiatan ada porsi waktunya masing-masing, pun
kegiatan yang disukai sekalipun. Keseimbangan dalam menjalankan peran perlu
senantiasa dijaga agar tidak timpang dan tidak ada pihak yang dirugikan. Setelah
setiap kegiatan ada kandang waktunya, perlu konsisten menerapkan cut off
time.
Mengenal gaya dan modalitas belajar diri sebelum berjalan jauh
Selain berjejaring, saya perlu
terus bergerak untuk mencari makanan utama. Jangan sampai keasyikan mengobrol
membuat saya terlena dan melupakan timeline pencapaian peta belajar.
Nah, bagaimana jika ternyata cara belajar secara online melalui WAG
melalui pola menyimak chat adalah bukan gaya belajar yang sesuai dengan
diri? Ini merupakan tantangan, sebuah ajang latihan untuk meningkatkan
keterampilan beradaptasi. Namun, perlu juga alokasikan waktu untuk belajar
sesuai dengan gaya dan modalitas belajar yang saya banget. Misalnya,
saya lebih suka belajar melalui buku daripada chat, lebih suka belajar
teori sedikit lalu praktik baru kemudian tambah teori baru. Nah, waktu untuk
membaca buku dan praktik perlu teralokasikan dengan cukup juga sehingga
kebutuhan belajar merdeka dapat terpenuhi dan bahagia dalam menjalankannya.
Komunikasi produktif dalam berkomunitas
Dalam proses ini, diperlukan
menjaga pola komunikasi agar bisa berjalan KISS (Keep Information Short and
Simple). Bagaimana dengan waktu yang terbatas, kita saling bertukar
informasi yang saling dibutuhkan, dan saling meringankan tantangan yang
dimiliki. Kunci yang saya rasakan adalah, fokus ke tujuan (poin informasi apa
saja yang ingin diperoleh dan disampaikan), mengajukan pertanyaan dan
menyiapkan jawaban yang jelas dan menghindari pembahasan yang melebar. Dari
sini saya merasa keterampilan bertanya pun ikut terasah.
Membangun empati saat tangki kebahagiaan pribadi terisi
Dalam diskusi bu Septi sampaikan
bahwa sembari memakan makanan utama, belajar sesuai peta belajar yang sudah dibuat,
kita perlu tengok kiri-kanan untuk berkenalan dan menyapa teman-teman kita. Mengamati
sekeliling, barangkali ada tetangga kita yang masih kelaparan dan membutuhkan
bantuan kita. Siapa tahu ada teman yang belum bahagia dan kita bisa menularkan
kebahagiaan kita padanya. Hanya yang memilikilah yang sanggup berbagi. Maka kita
perlu belajar dengan cukup terlebih dahulu agar kita bisa berbagi ilmu dan
pengalaman yang sudah kita miliki. Maka kita perlu bahagia terlebih dahulu agar
bisa menularkan kebahagiaan itu pada yang lainnya. Bukankah dengan berbagi, hal
yang kita miliki tidak akan berkurang dan kebahagiaan yang kita rasakan juga
tidak akan hilang? Ya, justru akan berlipat karena. Inilah prinsip dasar dalam
berkomunitas. Memiliki semangat untuk senantiasa berbagi dan melayani. Give and
given. Setelah sebelumnya tangki kebutuhan ilmu dan kebahagiaannya terisi
sehingga bisa menjadi pondasi yang kuat untuk diri.
Demikian proses yang saya
jalankan, temuan dan pembelaran yang saya dapatkan selama berada di Camping
Ground kelas Bunda Cekatan ini. Semoga Allah mampukan untuk mengkaitkan
pembelajaran dari setiap tahapan yang terlampaui. Aamiin.
Comments
Post a Comment