Menjadi fasilitator dalam sebuah kelas belajar sesama ibu,
bagi saya bukanlah hal yang mudah. Dari segi pengalaman menjadi ibu, tentu ibu
yang memiliki anak yang sudah berusia aqil baligh jauh lebih berpengalaman
daripada saya. Dari segi keilmuan, ibu dengan latar belakang pendidikan,
humaniora maupun psikologi tentu jauh lebih mumpuni daripada saya. Lalu,
mengapa saya menjadi fasilitator?
Institut Ibu Profesional sudah saya ikuti sejak akhir tahun
2013, sejak kehamilan anak pertama. Hingga saat ini, saya merasakan banyak
perbaikan yang terjadi dalam keluarga kami, melalui materi-materi dari Institut
Ibu Profesional yang perlahan kami aplikasikan dalam kehidupan keluarga kami.
Saya membayangkan, akan sangat baik jika banyak ibu mengetahui dan mempelajari
hal ini. Alhamdulillah, pembelajaran di Institut Ibu Profesional saat ini
tersusun secara runtut dan sistematis. Untuk dapat menjangkau banyak ibu, tentu
perlu banyak kelas belajar yang dibuka dan keterlibatan banyak pihak perantara.
Salah satunya, fasilitator. Fasilitator bukanlah guru. Layaknya sebuah kelas
belajar mandiri di sekolah, fasilitator akan memfasilitasi peserta kelas untuk
menggagas banyak ide, mengumpulkan dan menelaah berbagai referensi maupun
menyusun solusi dari tantangan yang dihadapi. Fasilitator adalah teman belajar
yang membersamai proses belajar peserta. Berjalan beriringan dan bertumbuh
bersama.
Dengan menyampaikan apa yang sudah tersampaikan, saya
berharap lebih memahami ilmu-ilmu Ibu Profesional. Terlebih, Ibu Profesional
tidak memperbolehkan untuk menyampaikan hal-hal yang belum pernah dilakukan.
Maka, dengan menjadi fasilitator, saya memecut diri saya untuk terus mempraktikkan
ilmu yang telah didapatkan sembari berbagi cerita dengan peserta kelas.
(bersambung)
Comments
Post a Comment