Merasa Bukan Emak yang Kreatif? Sama. Ini Pengalaman Seru Saya Belajar Kreativitas di Institut Ibu Profesional
Membaca kata diatas sebenarnya saya sudah ciut nyali duluan.
Kalau boleh jujur, saya merasa jauh dari kata kreatif.
Mengapa?
Karena saya tidak bisa menggambar, tidak menyukai hal-hal
yang berbau seni dan kerajinan tangan, berkeringat dingin kalau diminta untuk
menyampaikan ide yang out of the box, serta merasa imajinasi saya tidak
cukup untuk bisa berinovasi dan berimprovisasi.
Itulah definisi kreatif bagi saya. Dulu.
Hingga kemudian di tahun 2016 lalu Allah pertemukan saya dengan teh Sri, founder
Hayat School di Rumah Belajar Institut Ibu Profesional Bandung wilayah Cikutra.
Saat itu beliau menjadi narasumber diskusi parenting kami bertema Kreativitas
Anak. Beliau adalah founder flexischool dan Majelis Kreativitas Hayat School,
dan pemikiran beliau banyak didominasi oleh otak kiri. Sebuah konsep yang
beliau tularkan dan mengubah paradigma saya saat itu adalah, kreativitas adalah
milik semua orang, tak terbatas hanya pada orang-orang berotak kanan dan
berjiwa seni tinggi.
Pemaparan beliau senada dengan penjelasan James Clear dalam ebook-nya
yang berjudul Mastering Creativity . Ebook tersebut James Clear
susun sebagai sebuah portofolio dirinya untuk membagikan perjalanan belajarnya
dan menyampaikan sebuah fakta mengenai kreativitas :
You have brilliance inside of you, but only if you can find the guts and grit to pull it out of yourself
Kata-kata diatas kurang lebih memiliki arti :
Anda memiliki kecemerlangan dalam diri, namun hanya dengan
keberanian dan kegigihan Anda bisa mengeluarkannya dari dalam diri Anda.
Oke, pemaparan teh Sri dan om James membuka paradigma baru
bagi saya,
Alhamdulillah, ternyata saya masih bisa berproses menjadi
orang kreatif meski saya tidak bisa menggambar, pun tidak menyukai seni. Yang
perlu saya lakukan adalah mengubah mindset diri.
Bagaimana saya menyusun mindset dan memaknai ulang
sebuah kreativitas?
Dimulai dari mendefinisikan kreativitas sesuai versi saya.
Bagi saya saat ini,
Kreativitas adalah sebuah kemampuan seseorang untuk
mengeluarkan banyak ide dan gagasan, yang mana ide dan gagasan tersebut dapat
diaplikasikan sebagai sebuah alternatif solusi dari tantangan yang muncul dalam
kehidupan nyata.
Setelah mendefinisikan kreativitas versi saya, saya mengikuti
diskusi mengenai kreativitas di ruang kelas fasilitator bunda sayang Institut
Ibu Profesional dan diberi tantangan berupa gambar berikut :
Gambar apa yang tampak?
Seorang teman langsung menjawab LIFT, begitupun jawaban
suami saya saat saya kirimkan gambar ini ke beliau? Bagaimana dengan saya?
Saya hanya melihat keping puzzle hitam yang tak bisa
disatukan karena bentuknya yang amat beragam. Tulisan LIFT baru bisa terbaca
oleh saya saat saya mengikuti instruksi untuk sedikit menjauhkan gambar tersebut
dari pandangan.
Di waktu yang tak berselang lama, suami mengirimkan hasil jepretannya pasca jalan-jalan di kota Vienna. Beliau mengabadikan gambar Rathaus, City Hall yang dibidik dari depan pagar berlubang. Di gambar pertama, yang terlihat hanyalah bulatan-bulatan lubang pagar. Namun saat beliau mengubah fokus pandangan, membidik dengan sudut pandang lain, keindahan Rathaus tertangkap oleh kamera. Dengan gambar ini, beliau menekankan pentingnya pemikiran yang kayak persepsi, pentingnya keluasan sudut pandang . Ini menjadi diskusi menarik di family forum kami via
WhastApp. Bahwa persepsi, sudut pandang diri akan sebuah hal atau
kejadian amat sangat mempengaruhi tindakan seseorang. Maka, memperkaya sudut
pandang, melihat sebuah tantangan dari fokus yang berbeda, adalah penting untuk
kita lakukan sebelum mengambil sebuah keputusan.
Bagaimana kaitannya dengan memfasilitasi kreativitas anak?
Sebagai orangtua, kita perlu mengubah fokus, menggeser sudut
pandang kita hingga memiliki berbagai sudut pandang kreatif dalam melihat aksi
anak-anak. Tantangan yang tidak bisa dipungkiri adalah orangtua acapkali
berasumsi mengenai tindakan yang dilakukan anak-anak. Saya perlu memperbanyak
membuat pertanyaan dengan nada lemah lembut dan tanpa sikap interogasi agar
anak-anak bisa menyampaikan idenya secara utuh (CLEAR) untuk kemudian bisa saya klarifikasi
(CLARIFY) maksudnya. Contoh praktiknya kemarin, saat saya menemukan silika gel
dan spons yang dimasukkan Raysa ke akuarium milik ayah mertua. Saat saya
mencoba menggeser sudut pandang, saya menemukan pemahaman bahwa Raysa sedang
mempelajari konsep mengapung dan tenggelam dalam percobaan tersebut. Cerita
lengkapnya saya sampaikan disini.
Untuk membiasakan ini, saya perlu berlatih terus menerus.
Supaya pemikiran anak-anak terfasilitasi dengan baik, tidak terbatas pada kotak
pemikiran dan pengalaman orangtuanya saja.
Apakah langkah diatas sudah cukup?
Untuk membersamai kreativitas anak, ternyata langkah diatas
hanya permulaan saja. Dalam materi kreativitas kelas Bunda Sayang, dipaparkan
bahwa terdapat tiga hal yang perlu dilakukan untuk menjalankan sebuah proses
kreativitas.
Proses tersebut antara lain :
Evolusi
Ide baru dibangkitkan dari ide sebelumnya
Sintesis
Dua atau lebih ide yang ada digabungkan menjadi satu ide
baru
Revolusi
Benar-benar membuat perubahan baru dengan pola yang belum
pernah ada
Kalau saya telaah ulang, langkah yang sudah saya lakukan sependek
ini baru sebatas awalan saja. Belum masuk pada fase menggabungkan ide menjadi
sebuah ide baru maupun menyengaja membuat perubahan dengan pola yang belum pernah
ada. Bisa jadi, materi ini adalah jalan pembuka untuk memulai dan
membiasakannya. Maka, bismillah, kami mulai sekarang.
Siap menjadi orangtua
kreatif? Yuk kita mulai sekarang, bersama-sama!
Sumber Referensi :
Clear, James. Ebook Mastering Creativity.
Diunduh dari https://jamesclear.com/ pada tanggal 5 November 2017
Diskusi fasilitator kelas Bunda Sayang bersama Septi Peni
Wulandani pada tanggal 29 Oktober 2017
Hasil diskusi tentang pola kreativitas di dalam keluarga
oleh Griya Riset, 2017
Hasil membersamai dan proses belajar bersama ananda di
keluarga Griya Riset, 2017
#KelasBundaSayang
#InstitutIbuProfesional
#ThinkCreative
Comments
Post a Comment