Akhirnya hari ini tiba. Hari dimana kami sekeluarga terpaut
jarak yang tak sedikit dan waktu yang berbeda. Hari keberangkatan abi untuk
melanjutkan studi , sedangkan ummi, kakak dan adik menetap di rumah yangti
untuk sementara waktu. Sedari jauh-jauh hari, kami menyiapkan diri untuk
menyambut hari ini dengan ceria, mengantarkan abi dengan sukacita dan doa penuh
semangat. Berjauhan memang suatu hal yang tak mudah, bukan juga kondisi yang
ideal. Namun jika itu takdir terbaik kami saat ini, adakah pilihan lain selain
menjalani sekemampuan kami?
Sejak jauh-jauh hari, kami sudah memberitahu kakak akan
kondisi yang akan kami jalani ini. Kondisi berjauhan dengan abi selama 9 bulan
belakangan, dengan pertemuan sekitar setiap 2 bulan sekali, dengan pautan jarak
sekitar 300 km cukup menjadi pemanasan bagi kami. Dan sepanjang 9 bulan itu,
ummi amati setiap abi kembali ke Bandung, kakak selalu bersedih dan enggan untuk
berjauhan dengan abi. Maka, untuk perjalanan kali ini ummi dan abi membuat
persiapan ekstra sehingga kakak bisa mengantarkan abi dengan ceria.
Berikut beberapa hal yang menjadi ikhtiar kami :
Pertama, sebulan belakangan abi di rumah. Selama itu pula
kakak selalu bersama abi. Melakukan mini project bersama abi, dibacakan buku
cerita oleh abi, makan bersama abi, 80% aktivitasnya sehari-hari dilakukannya
bersama abi. Ini sebagai upaya memfasilitasi #fitrahseksualitasnya dan memenuhi
kebutuhannya atas sosok abi. Membangun imaji positif, merekam jejak penuh makna
bersama abi. Harapannya, saat abi berangkat, kakak tidak merasa abi
meninggalkannya. Tapi justru terbangun pemahaman bahwa kami sedang berbagi tugas
dalam sebuah proyek keluarga yang kami canangkan bersama.
Kedua, walau jarak jauh, hati tetap dekat. Ini jargon yang
kakak buat bersama abi. Beberapa hari kemarin abi dan kakak ulang-ulang terus
kalimat ini. Hingga terekam dalam pikiran kakak dan hafal di luar kepala. Abi
juga menstimulasi #fitrahbernalar kakak, menjelaskan rencana-rencana keluarga
dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh kakak. Dan tadi, saat
berpamitan, target kami terlampaui. Meski tak seceria biasanya, kakak mengantarkan
abi tanpa tangis. Kakak juga beraktivitas seperti biasa.
Ikhtiar-ikhtiar lainpun akan berjalan seiring perjalanan
yang dilalui. Senantiasa bertawakkal pada Allah.
Saat sampai di bandara tadi, hari masih pagi dan suasana
masih sepi. Di pinggiran tempat parkir, yangti menggelar tikar besar dan kami
pun sarapan disitu. Serasa piknik. Berulang kali terdengar dan terlihat pesawat
yang lepas landas. Kakak berteriak kegirangan dan memunculkan beragam
pertanyaan. #Fitrahalam terasah dengan mengamati lingkungan sekitar yang lain
dari biasanya. Adik pun dengan riang bisa merangkak kesana kemari di atas
tikar. Tak terbatas seperti jika dalam gendongan.
Matahari beranjak naik. Usai sarapan, kami bersiap mengantarkan
abi ke lokasi check in. Kami berdoa bersama dan mengantar abi. Kakak melihat
antrian penumpang yang panjang, barang-barang yang naik ke atas conveyor yang
kemudian diwrap hingga tertutup rapat. Setelah abi masuk ke dalam, kami bermain
sejenak di bandara. Melihat air mancur dan berkeliling. Juga sempat sejenak
bertemu abi di dekat pintu keluar. Kakak tersenyum tanpa menangis. Ini sebuah
indikator bagi kami, bahwa kakak memahami dengan baik transfer pemahaman dan
pengertian yang kami upayakan selama ini. Bersiap melanjutkan ke tahapan
belajar berikutnya.
#fitrahalam
#fitrahbernalar
#fitrahseksualitas
Semangat teteh dan keluarga..
ReplyDeleteBarakallah fi kum
❤
Selamat menjalani satu fase kehidupan, mbak..
ReplyDeleteBersyukur, kakak megi bisa melalui ini dengan baik.
Salam sayang untuk adik bayi.
MasyaAllah Mesa... Bagus banget ya tulisannya.. jadi kangen pengen ketemuan... Hehehehe...
ReplyDelete