Lepas dari rangkaian perjalanan mudik, adik rupanya keletihan. Wajar saja, usai menempuh 8 jam perjalanan di kereta, keesokan harinya bayi berusia tujuh bulan ini mengikuti halal bihalal keluarga di luar kota dari pagi hingga petang. Dia tidak rewel, yang ia tunjukkan hanya wajah yang agak sayu tanpa senyum yang menghiasi. Perjalanan hari itu ditutup dengan adik muntah dalam volume yang cukup banyak.
Saat anak-anak sakit, hal pertama yang saya pinta pada Allah
adalah ketenangan. Sikap untuk senantiasa tidak panik dan tetap berpikir logis. Ah, perihal ini saja saya belum lulus. Saat beberapa kali dihadapkan dengan situasi mendesak, saya sulit
mengontrol diri dan menjalankan tindakan dengan gegabah. Tentunya sikap
tersebut bukanlah hal baik dan perlu saya ubah perlahan supaya tidak menjadi
kebiasaan buruk. Kadang berhasil kadang tidak bukanlah alasan untuk tidak mencoba kembali.
Malam itu, panas tubuh adik beranjak naik. Adik tidak
menangis, hanya saja dia tidak ingin turun dari gendongan kecuali saat
terlelap. Kondisi nyaman tentu saja ia perlukan. Suami fokus membersamai kakak
dan memberikan pemahaman pada kakak, sedangkan saya terus bersama adik. Di saat
seperti ini saya merasa seperti sedang berdialog emosi dengan adik. Melihat
tatap matanya, bahasa tubuhnya seolah meminta kenyamanan dengan kehadiran dan belaian untuknya. Dia banyak menghabiskan waktu di tempat tidur dan gendongan. Hingga di siang hari, saat saya mendampinginya di tempat tidur, tangan kami saling menggenggam. Kami bercengkerama cukup lama hingga dia terlelap tidur dengan posisi bersandar di genggaman tangan kami berdua.
Ah, adik... melihat lelap tidurmu pun menjadi langkah observasi untuk ummi. Mungkin ini keadaan nyaman versi adik.
Ah, adik... melihat lelap tidurmu pun menjadi langkah observasi untuk ummi. Mungkin ini keadaan nyaman versi adik.
Comments
Post a Comment