Mata berbinar dan senyum terkembang menghiasi wajahnya siang
itu. Rona wajahnya menyiratkan keinginan untuk segera berangkat, berjumpa
dengan peserta pondok ramadhan lainnya yang sudah berkumpul di aula majlis ta’lim
yang terletak di depan rumah.
Dengan memanggul tas ransel kecil di pundak, dia menunduk
mengenakan sandalnya seraya memanggil, “Miiii…ayo berangkat Mi…”
Ummi yang sedang memakai gendongan, bersiap membawa adik, tergopoh-gopoh
menenteng tas dan mengunci pintu. Bersegera, tak ingin menghilangkan raut
antusias di wajah kecil kakak.
“Yuk kak, berangkat…” ajak mica sembari menggendong adik.
Ya, hanya menyeberang jalan, lalu sampai ke tempat tujuan. Alhamdulillah, sebegitu
nikmatnya, Allah dekatkan kami dengan majelis ilmu.
Pondok ramadhan ini berlangsung selama 3 hari 2 malam.
Pesertanya semua anak-anak, namun lintas usia. Peserta terkecil adalah Raysa,
sedangkan peserta paling besar adalah omnya Raysa dan teman-temannya, yang baru
saja usai mengikuti Ujian Nasional Sekolah Dasar. Tak ada target apapun untuk
kakak. Hanya memberikan ruang baginya untuk berpikir dan mencerna, kondisi
sekitar yang berbeda dari biasanya. Kalau bosan, kakak bisa pulang. Toh tinggal
menyeberang jalan. Yangti pun menjadi
panitia acara sehingga hampir selalu standby di tempat acara.
Ada sedikit catatan mica dari proses belajar kakak selama
pondok ramadhan kemarin,
- Kakak melihat langsung aktivitas para peserta pondok ramadhan yang mana hampir semua usianya diatas kakak. Kakak belajar bagaimana seorang anak memenuhi kebutuhannya sendiri, menyiapkan pakaian, menyimpan alat sholat sampai makan dengan tertib. Suatu malam, seusai buka bersama, kakak pulang ke rumah dan melapor, “Ummi…kakak makannya habis dan makan sendiri lo.” Atau saat adzan berkumandang, ummi menanyakan dimana mukena kakak, kakak jawab “Kakak simpan di bawah meja itu lo mi, kayak mba-mba.” Maksudnya kakak simpan di bawah meja, seperti santriwati peserta pondok ramadhan. Beberapa hari terakhir, sepulang dari pondok ramadhan, kakak menolak kalau ummi membantu melipatkan mukena. Alasannya, kakak sudah besar, sudah mandiri. Padahal sebelumnya biasanya kami berbagi. Kakak melipat bawahan, ummi melipat atasan. Hore, ummi semakin diringankan :)
- Ada proses melihat dan mendengar untuk menyerap informasi, kemudian memproses dan mencerna dengan daya nalarnya hingga kemudian menghasilkan pemikiran. Seperti misalnya saat akan berangkat, kakak berujar, “Ummi, kakak nanti mau ikut pondok romadhon. Tidurnya disana ya. Sama mba A, mba B, temennya kakak yang…. (terdiam agak lama)…ngga laki-laki.”Pernyataan ini adalah kesimpulan sederhana yang muncul dari serangkaian proses berpikir kakak mengenai bagaimana acara pondok romadhon, apa yang akan dia lakukan disana, juga pemahaman perbedaan dan batasan antara laki-laki dan perempuan
- Anak dengan tipikal easy, slow to warm maupun difficult child, perlu diberikan ruang untuk mengasah kepercayaan dirinya. Maka terlepas dari apapun tipikal kakak, tugas kami sebagai orangtua adalah memfasilitasinya. Di acara kemarin, mica mendapat kesempatan mengisi sesi Cerita Anak Muslim, maka mica pun memperkenalkan diri sebagai kak Mesa dan dek Raysa. Sesi diawali oleh kakak dengan menyanyi lagu Ramadhan yang kami buat untuk bekal acara PERAK 2017 lalu, sebagai berikut :
Sebentar lagi datang bulan apa? Romadhon
Bulan puasa bagi siapa? Umat Islam
Yuk kita sambut dengan ceria, yuk kita sambut romadhon…
Keesokan harinya, saat acara penutupan, kakak maju untuk mendapat apresiasi sebagai peserta terkecil. Kakak malu, minta didampingi ummi. It’s okay, ummi pun ikut maju mendampingi, ini pun sebuah bentuk memfasilitasi. Tak perlu khawatir, itu bukanlah pertanda bahwa anak tak berani tampil. Dia hanya mencari kenyamanan dan perlu kita penuhi itu.
Setelah pondok ramadhan ini, kakak semakin siap menjalani Ramadhan dengan penuh keceriaan :)
Comments
Post a Comment