Betapa Allah sampaikan banyak pembelajaran dalam setiap ruas
garisNya. Menjelang 38 bulan usia kakak dan 7 bulan usia adik, saya terkekeh
melihat tingkah polah mereka berdua.
Saat kakak membangun menara dari sekumpulan balok susun, adik datang menghampiri. Bagi adik, dia sedang menunjukkan besarnya keinginannya untuk terlibat keseruan bermain sang kakak. Namun bagi sang kakak, tangan mungil adik membuyarkan imajinasi dan meruntuhkan menara impiannya yang sudah dibangun dengan susah payah. Lontaran kekesalan kakak disambut adik dengan wajah tak bersalahnya.
Saat adik memulai berMPASI, saya dudukkan dia di sebuah kursi makan. Memakaikan celemek makan dan bersiap menyuapkan makanan. Namun tiba-tiba terdengar permintaan dari kakak, “Ummi…kakak aja yang nyuapi adik ya…” Anggukan kepala saya disambut wajah sumringah sang kakak. Suapan demi suapan dia berikan ke adik. Sesekali dia bertanya ke saya, “Segini mi? Gini ya mi?” Dan adik, dengan lapang dada menerima suapan cinta dari kakak yang porsinya terlalu banyak atau sedikit berbelok dari mulut adik. Antusiasme kakak bertemu dengan ekspresi bingung adik.
Saat saya menitipkan adik sejenak pada kakak karena ada
urusan dapur atau kamar mandi, kakak perlahan mulai bisa diandalkan. Terdengar
celoteh panjang kakak yang sedang membacakan buku untuk adik, atau candaan
kakak mengajak adik tertawa bersama. Sesekali juga ada teriakan, “Mi, adek mau
jatuh…” alarm tanda adik bergerak hingga ke pinggir kasur.
Tak saya pungkiri, saat kehamilan adik, muncul kekhawatiran saya akan kecemburuan Raysa saat kelak menjadi kakak. Namun hal tersebut coba saya tepis. Jika tidak mungkin untuk dihindari, maka saya mencoba untuk meminimalisasi seoptimal mungkin, sejauh upaya yang bisa dilakukan. Maka, mulailah proses sounding,melibatkan dia dalam berbagai aktivitas persiapan menyambut adik, bermain peran menjadi kakak dan sebagainya.
Dan perlahan, Allah menjawab dengan pemahaman kakak. Semakin
lama mereka beraktivitas bersama, semakin besar usia mereka berdua, semakin
terlihat naluri kakak beradik yang mereka miliki. Ah iya, bukankah saat Allah
memberikan peran pada hambaNya, maka saat itu juga Allah kirimkan naluri dan
kemampuan untuk menjalankan? Maka, tugas manusia hanyalah taat.
Comments
Post a Comment