MeGi yang bersikeras sholat berjamaah di masjid |
Tulisan ini menjadi setoran hari
ke-1 untuk tantangan 10 hari komunikasi produktif dalam kelas Bunda Sayang
Institut Ibu Profesional.
27 Januari 2017
Hari ini, sepanjang pagi hingga
sore kami hanya bertiga di rumah. Mica, kakak MeGi dan adik. Yangti
yang biasanya membersamai kami, sedang pergi keluar kota sejak beberapa hari lalu.
Sebelum pergi, yangti sempat berpesan pada kakak, kurang lebih begini pesannya
:
"Kakak, kakak biasanya pergi
sholat jamaah Dhuhur dan Ashar di masjid dengan yangti ya. Karena yangti tidak
ada di rumah, kalau Ummi repot, adik
menangis atau hujan deras, kakak sholatnya di rumah saja ya. Bantu Ummi, kasihan
kalau harus mengantar kakak ke masjid padahal adik sedang menangis. Nanti kalau
yangkung dan om sudah ada di rumah, kakak bisa berangkat ke masjid lagi ikut
sholat jamaah."
"Iya yangti.” Ucap kakak sembari mengangguk
Di pertengahan hari, adzan Dhuhur pun
berkumandang. Adik sedang menangis kehausan. Sembari menyusui, saya bersiap
melakukan negosiasi. Berharap dia mengingat dan mau mengikuti nasehat yangtinya. Sholat di
rumah saja ya, sama Ummi. Lagi repot ini, Nak. Batin saya.
Negosiasi dimulai,
Ummi : Kak, adzan Dhuhur ya kak?
Kakak : Iya Mi, kakak mau ke
masjid. Yuk, siap-siap.
Ummi : Tapi adik masih haus kak. Ummi
masih menyusui adik. Kalau sholat di rumah saja bagaimana?
Kakak : Lho, kenapa?
Ummi : Karena adik masih
kehausan, Kak. Kasihan kalau minumnya dipaksa berhenti.
(Sebenarnya minumnya sudah cukup
dan bisa dilepas, tapi saya enggan beranjak keluar rumah di saat panas terik)
Kakak : Lho, kakak mau jamaah di masjid
Mi. Kan ngga hujan tuh, terang koq Mi.
Ummi : (Saya coba memberi
tantangan) Kalau berangkat sendiri ke masjid, mau?
Kakak : Lho, kata Ummi ngga boleh
berangkat ke masjid sendiri, nanti diambil orang.
(Saya tersenyum geli. Iya ya,
saya pernah memberikan pemahaman ini padanya. Jangan keluar rumah sendirian,
pergi ke masjid sendiri, nanti bisa diambil orang yang tidak dikenal. Harus ditemani
keluarga.)
Ummi : Di rumah saja ya, Kak. (Menyusui
sudah selesai tapi pasang wajah memelas)
Kakak : Ngga, kakak mau di masjid
Mi. Itu adik udah ngga haus.
Ummi :(Menyadari sudah tidak ada
alasan logis lagi) Baiklaaaaah…kakak temani adik dulu ya, Ummi bersiap dulu. Mengantar
kakak ke masjid sambil bawa adik.
Kakak : Iya Mi (Ekspresi wajah
berubah menjadi ceria)
Kami bertiga pun bergegas ke masjid. Sajadah kecil yang kakak bawa dipinjamkan ke adik untuk tutup kepala selama di
jalan. Di masjid, saya duduk di pelataran sedangkan kakak masuk ke dalam dan
bergabung dengan jamaah perempuan.
Dialog singkat siang ini membuat
ummi semakin yakin akan fitrah keimanan seoranganak-anak. Yang tanpa ummi
sadari, apa yang ummi lakukan atau instruksikan justru berpotensi membuat
fitrah itu tercerabut. Ah ummi, kalahkan rasa malasmu, singkirkan keenggananmu,
rawat dan pupuklah fitrah keimanan anak-anak itu hingga dapat tersemai indah.
Hari ini saya menantang diri saya
untuk berkomunikasi produktif ke anak dengan mengedepankan nalar,
mengesampingkan ego pribadi, menggunakan kaidah KISS (Keep Information Short
and Simple) serta power of question untuk membangkitkan daya nalar anak.
Ummi berjanji akan memfasilitasi
keteguhanmu ini, Nak. Mengkondisikan segala hal agar siap menemanimu pergi ke
masjid. Bahkan, kalau adik tertidur pulas, kita akan bisa sholat berjamaah
bersama di masjid, insyaAllah.
#hari1
#hari1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Comments
Post a Comment