Sebuah catatan lama, yang saya tulis di awal Januari 2016.
Saat saya meniatkan bahwa di bulan ini saya akan belajar dan
praktek mengenai komunikasi produktif dalam keluarga, maka di saat itu pula,
Allah menunjukkan kasih sayangNya, memberikan pelajaran berharga untuk
menyadarkan betapa pentingnya mengutarakan pendapat. Menjalankan sebuah
komunikasi produktif dalam rumah tangga.
Kala itu, malam minggu. Selepas adzan mghrib usai
berkumandang, deru motor yang mengarah ke rumah menyusul, menandakan suami
pulang dari kegiatan luarnya. Mata si kecil berbinar, siap menyambut kedatangan
pujaan hatinya. Pintu belakang terbuka, dan dengan setengah berteriak, ia pun memanggil,
“Abiiii… Abiiii…. Abiiiiii….” Dan tak lama, ia sudah berada di gendongan sang
ayah. Saling menyapa dan melepas rindu. J
Setelah menunaikan sholat Maghrib, kami berkumpul bersama. Di
akhir minggu ini saya ingin mengajak untuk melakukan Home Team Discussion
(HTD). Tiba-tiba, suami mengatakan, “ Nanti Biya futsal ya, sebentar
aja. Biya kayaknya perlu olahraga.” Raut wajah saya berubah. Hati kecil saya
berkata, “Jangan berangkat, di rumah saja, bercerita dan berdiskusi bersama
kami.” Tapi tak sampai keluar dari mulut, saya hanya terdiam, antara keberatan
dan enggan menyatakan. Saya menjawab dengan berdehem. Masih keberatan, tapi tak
sampai hati untuk menahannya pergi. Biya memang butuh olahraga. Sesi Home
Team Disscussionnya mungkin bisa dijdwalkan ulang, karena futsal tak bisa reschedule.
Beliau pun berangkat futsal, saya pun coba menata hati.
Melanjutkan aktivitas malam hari. Pukul 20.30 WIB, saat saya menemani si kecil
tidur, HP berdering. Dari Biya.
Suami : Assalamu’alaykum,
Miii..
Istri : Iya,
wa’alaykumsalam…
Suami : Jangan panik
ya, yang tenang, insyaAllah nggak apa-apa.
Istri : (Saya
diam mendengarkan, sembari bertanya-tanya dalam hati, kenapa? Ada apa?)
Suami : Biya tadi
lengan kirinya terbentur tembok. Ini masih dibawa mobil ambulance ke
rumah sakit. Tenang ya, Mica tunggu kabar aja. Oya, nanti teman Biya ke rumah,
nganterin motor. (Diucapkan oleh beliau dengan nada yang amat sangat datar).
Saya pun terus terjaga dan berdoa semoga kami selalu dalam
lindunganNya. Sembari menunggu kabar, saya menelusur kejadian-kejadian
sebelumnya. Ah iya, mungkin ini salah satu cara Allah mengingatkan saya untuk
senantiasa berkomunikasi yang baik dengan suami. Bersikap terbuka dan
mengatakan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan. Singkat cerita, suami
ternyata mengalami patah tulang yang mengharuskannya menjalani tindakan operasi
berlanjut rawat inap beberapa hari. Selama masa itu, kami berdua bermuhasabah,
termasuk membahas mengenai komunikasi yang
belum produktif tersebut. Bukan berarti jika saya mengutarakan keberatan, maka
kecelakaan tersebut tidak terjadi. Kami yakin itu sudah ketetapan Allah. Namun,
jika rasa keberatan tersebut tersampaikan oleh saya, maka suami akan
mengetahuinya dan menjadikan hal tersebut salah satu pertimbangan dalam
mengambil sikap. Pun jika tetap berangkat, suami akan memberikan pengertian
sehingga saya lebih lapang melepas kepergiannya untuk berolahraga malam itu.
Terus berusaha memperbaiki diri, hingga Allah pantaskan diri
menjadi lebih baik. InsyaAllah.
#ODOPfor99days
#day6
#JurnalKomunikasiProduktif
#KurikulumBundaSayang
#InstitutIbuProfesional
#griyariset
Comments
Post a Comment