[Mini Project]
Memandu Kemandirian : Melipat Mukena Sendiri
Melipat mukena adalah salah satu
tugas kemandirian yang kami latihkan untuk MeGi di usia 2 tahun. Karena dia
senang mengenakan mukena, kami berinisiatif memesankan mukena ke tetangga untuk
MeGi. Ibu tetangga ini pintar menjahit, sehingga kami bisa memesan dengan
ukuran khusus. Berbonus sajadah bermotif senada pula. Alhamdulillah. Sebelumnya,
MeGi cukup puas mengenakan kerudung saya jika beraktivitas sholat.
Kegembiraannya memakai mukena
baru, kami jadikan momen untuk memandu kemandirian dan melatih tanggung jawab. MeGi
yang biasa sholat berjamaah dengan saya, secara otomatis mengikuti setiap gerak
gerik yang saya lakukan. Maka, usai sholat sayapun bersegera melipat mukena. Di
awal, dia akan bersemangat sekali ikut melipat mukena. Namun saat melihat mukena
saya sudah terlipat rapi sedangkan miliknya masih tak berbentuk, dia mulai
kesal.
MeGi : “Mi, susaaaaaaah…”
Saya : “Bisa nak, coba bismillah dulu”
M : “Bismillah…
“Ga bisa
Miiii…”
S :
“Oke, boleh Ummi bantu?”
M :
“Iya”
S :
“Oke, kalau begitu, satu-satu ya. Ummi lipat mukenanya, MeGi lipat bawahannya.
Begini caranya (sambil mempraktikkan)
M :
(mengikuti instruksi) “Bisa Mi!”
S :
Alhamdulillah, ternyata bisa kan? Enak kan jadi anak mandiri?
Tersenyum bersama.
Dialog diatas terjadi saat
awal-awal tugas melipat mukena kami latihkan padanya. Ada kalanya dia keberatan,
“Ummi aja yang lipat… MeGi ngga mau”, atau “Ngga…MeGi ngga bisa”. Nah,
tantangan nih… Kalau sudah seperti ini, kami anggap ini pertanda kami harus
mengganti strategi komunikasi MeGi. Kalau tantangan itu terjadi, yang kami
upayakan adalah :
Bertanya. Menanyakan alasan dia
tidak mau melipat. Biasanya karena ada hal baru yang keburu menarik
perhatiannya. Maka, yang dikakukan adalah, mengalihkannya dari hal baru
tersebut dan mengingatkannya untuk bertanggung jawab. Tentu jika langsung
disampaikan, dia akan langsung menolak. Perlu memberikan strategi baru supaya
tugas tersebut menjadi sebuah amanah yang menyenangkan dan menantang untuk
dilakukan olehnya.
Bagaimana strateginya?
Abiya menggunakan strategi
hitungan. Jadi saat dia enggan melipat mukena, maka Abiya membuat kompetisi
melipat mukena antara Micha dan MeGi dengan aba-aba hitungan 1-10. Ini pernah
berhasil.
Micha menggunakan strategi
dialog. Begitu dia menolak melipat mukena, saya mendiamkannya sejenak sembari
tetap melipat mukena milik saya. Sembari dia asyik bermain atau melakukan
sesuatu, saya ajak dialog, misalnya seperti ini :
Saya : “Nduk, kenapa mukenanya nggak dilipat?”
MeGi : “Ngga mau, Ummi aja.”
S :
“Ooo…gitu, memangnya kenapa?”
M :
“Kan MeGi lagi baca iniiii…” (dia mengemukakan alasan)
S :
”Iya, boleh koq baca itu. Tapi kan kesepakatan kita, habis sholat, kita
sama-sama melipat mukena. Ummi tadi sudah melipat mukena Ummi. Ingat kan, anak
yang mandiri itu juga bertanggung jawab atas barang miliknya. Hmm…kira-kira MeGi
anak yang mandiri bukan ya?” (mengingatkan dan memberi umpan anak untuk mengambil
sikap)
M :
(berdiri dan bergegas pergi) “Iya Mi, MeGi lipat mukenanya.”
S :
“Bagus, itu namanya anak yang bertanggung jawab”
Saya mendampinginya dan memeluk
sebagai tanda apresiasi. Jangan ditanya seperti apa hasil lipatannya. Tentu jauh
dari kata “rapi”. Tapi itu bukanlah tujuan. Sikap bertanggungjawabnyalah yang
ingin kami bangun. InsyaAllah hal-hal teknis seperti kerapian, teknik melipat
dan sejenisnya akan mengikuti seiring pertambahan usianya.
#griyariset
#miniproject
#kemandiriananak
#ODOPfor99days
#day88
Comments
Post a Comment