Kali ini, saya akan berbagi cerita mengenai sebuah refleksi
diri yang berawal dari keseharian, membeli brokoli. Jenis sayuran satu ini
memang cukup sering hadir dalam menu harian kami. Selain karena merupakan salah
satu sayuran favorit putri kami, teksturnya yang khas membuat saya dan suami
juga menyukainya. Dalam keseharian, saya biasa membeli brokoli di warung dekat
rumah, atau tukang sayur keliling yang lewat setiap pagi.
Dulu, awalnya, saya membeli brokoli dari tempat manapun,
baik dari tempat A, B maupun C. Terlebih jika membeli di tempat B atau C, mata
saya berbinar-binar karena harga yang amat terjangkau, hampir setengah harga
dari tempat A!. Tak mau kecewa, sebelum membeli saya sengaja ekstra dalam
memilih, memastikan brokoli pilihan saya bermutu baik dengan harga ekonomis.
Secara kasat mata, pilihan saya sudah cukup bagus. Sesampainya di rumah, saat
brokoli saya bersihkan dan potong-potong, ternyata ada saja bagian yang harus
dihilangkan dalam jumlah banyak, entah ternyata terdapat bagian yang busuk di
dalam ulat yang menerobos celah rongga disana-sini, atau kuntum berwarna putih
kekuningan yang tersembul di balik deretan hijau segar yang nampak dari luar.
Semuanya baru terlihat saat kuntum brokoli dipisah-pisah. Tak kapok, saya mengulangnya kembali, membeli
di tempat B dan C, kali ini dengan mata yang semakin awas dalam memilih.
Lagi-lagi, perbedaan harga menjadi pertimbangan yang sulit diabaikan. *Emak-emak
banget!
Dan, hal yang sama kembali terulang. Dari situ saya mulai geregetan,
hehe… Saya pun membulatkan tekad :
Membeli brokoli hanya di tempat A, tidak di tempat B, tidak juga di tempat C
Saya kapok, selalu kecewa setiap membeli brokoli di tempat B
maupun C. Memang secara nominal, harga yang ditawarkan di tempat B dan C memang
lebih murah, bahkan untuk semua bahan pangan yang didagangkan. Waktupun
bergulir, jika membutuhkan brokoli, saya selalu ke tempat A. Kualitas pas, tak
mengecewakan. Sampai di suatu hari, di pembelian yang etah keberapa kali, saat
saya sangat bersemangat membersihkannya, ternyata brokoli yang saya beli di
tempat A, tidak sebagus biasanya. Hiks.
Awalnya merengut, sempat kecewa. Namun saya segera tersadar.
Sepertinya Allah sedang memberikan pelajaran kepada saya. Bahwa seyakin-yakinnya
keyakinan saya terhadap suatu hal, tetap Allah-lah tempat bersandar sepenuhnya.
Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim
dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami
dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya:
"Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat
menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata):
"Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada
Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. (Surat Al
Mumtahanah ayat 4)
Siang itu, dari sekuntum brokoli dalam genggaman tangan saya
belajar.
#ODOPfor99days
#day51
Pelajaran bgt ini.. kadang manusia suka lupa ya mbak, kalo masih ada Allah tempat bersandar, tempat percaya, tempat ngadu. suka malu sndiri kalo inget, aku msih sering ngelupain yg di Atas.. baru berpaling kalo ada masalah :(..
ReplyDeleteIya mba, betul..
DeleteMenurut saya ikhtiar memilih tempat membeli brokoli dibolehkan kok mbak. Saya jg kalau di tempat A dapat barang gak bagus, akan pindah ke pedagang lain, selama ada pilihan lain yg lbh baik.
ReplyDeleteOh ya, brokoli yg berulat bukannya tanda bahwa pestisidanya dikit ya yg dipakai? :D
Komennya nyambung gak ya? hehehe
Salam kenal
keluargahamsa(dot)com
Nyambung koq mba, memang lagi bahas brokoli, hihi.. salam kenal ya :)
Delete