Komunikasi Produktif |
Kemarin adalah waktunya berbagi tentang Tangga Ibu Profesional
(TIPs) di grup WA IIP Bandung 1. Karena sejalan dengan materi komunikasi produktif
yang sedang kami jalankan di bulan Januari ini, maka saya turut berbagi cerita
disitu. Berikut cerita saya :
Ini terjadi beberapa waktu lalu. Saat itu, si kecil sedang
makan nata de coco di mangkuk kecil. Dia asyik makan, sedangkan saya asyik
bermain air di tempat cuci piring bersama piring-piring kotor. Tak seberapa
lama, si kecil bilang,"Mi, ada semut, di mangkok." Dengan enteng saya
jawab,"Oya, buang aja Nduk.." Maksud hati adalah buang semutnya, lalu
lanjutkan makannya. Beberapa detik kemudian, ada suara menyusul,"Mi,ambil..ambil.."
si kecil sudah berada di depan kamar mandi sembari memegang mangkuk. Ternyata
dia membuang seluruh isi mangkuknya, dan saat melihat makanannya jatuh ke
lantai kamar mandi (memang sebelumnya,jika dia ingin membuang kuah atau minuman,
saya instruksikan untuk membuangnya ke lantai kamar mandi supaya tidak membuat
lantai rumah menjadi basah.), diapun ingin mengambilnya. Saya sempat heran
melihat dia sampai membuang makanan ke kamar mandi. Tapi setelah saya
ingat-ingat, ternyata saya yang salah memberikan instruksi. Saya hanya bilang,"Buang.."
Tanpa menjelaskan apanya yg dibuang? dimana? bagaimana caranya? Yayaya,
Instruksi yg terlalu pendek dan kurang jelas, memang membuat anak bingung.
Sedangkan saya sebagai ibu, seringkali menginginkan seisi rumah paham dengan
maksud perkataan saya. Hihi, malu rasanya. Pelajaran bagi saya, yang seringkali
belum produktif dalam berkomunikasi, dan sedang belajar memperbaiknya.
Daaan, ada satu cerita dari teh Marissa, yang
menginspirasi sayaaa. Ini diaaa :
Berhubung saya belum menjadi ibu, saya share kisah salah
seorang keluarga saya aja ya... Saya punya tante yang menerapkan komunikasi
produktif dalam mendidik anak2nya. Dari kecil, kalau anak2nya marah atau kesal,
mereka selalu dilatih untuk ngungkapin apa yang mereka rasain dan dipancing
untuk nyari kira2 solusi apa yang bisa dilakukan bersama, daripada diem banting
pintu atau teriak ngga jelas. Kalau belum bisa diajak bicara, biasanya disuruh
masuk kamar dan introspeksi diri dulu, dibatesin sekian menit. Baru diajak
bicara lagi.
Pernah pas main ke rumah tante, anaknya yang ketiga, irsyad,
usia 2 tahun waktu itu kalo gasalah, sudah mulai terbiasa dengan 'kebiasaan'
ini. Jadi waktu itu ada yg ngelarang dia ngapain gitu, sampe agak heboh karna
anaknya ga mau nurut, terus tiba2 Irsyad teriak sendiri, "Irsyaaaad, masuk
kamaaaar." Kadang dia beneran masuk kamar (walaupun masih banting pintu)
tapi ga lama setelah itu keluar, terus curhat ke bundanya, "Bundaaa,
irsyad keseeel." Barulah bundanya ajak diskusi, dibahas ada apa, kok bisa,
terus gimana, dst....
Kalo hasil 'kebiasaan' itu untuk kakak2nya, mereka jadi
selalu cerita kalo ada apa-apa, bahkan kejadian-kejadian di sekolah yang
mungkin ga semua anak bakal cerita ke orang tuanya... Beda banget sama saya
dulu waktu kecil, suka mendem, hehe. Semoga menginspirasi.
Jadi tambahan learning point buat saya nih, dengan
berbagi cerita, kita akan mendapat inspirasi dan solusi J
#ODOPfor99days
#JurnalKomunikasiProduktif
#KurikulumBundaSayang
#day5
#InstitutIbuProfesional
Siap laksanakan komunikasi produktif, de Mecaa..
ReplyDeleteHaturnuhun hikmah ceritanya.
*kisskiss buat Raisya sholiiha...
Mba Leeeend... *baru nyadar kalo mba lend komen, hihi.
DeleteSami2 mba, seneng baca cerita2 mba jg di blog :*
Siap laksanakan komunikasi produktif, de Mecaa..
ReplyDeleteHaturnuhun hikmah ceritanya.
*kisskiss buat Raisya sholiiha...